Strategi Singapura di Tengah Persaingan Amerika–China

Last modified date

Perdana Menteri Singapura saat ini, Lawrence Wong, adalah sosok yang dikenal cerdas, tenang, dan sangat rasional dalam melihat dunia yang sedang berubah cepat. Lahir pada tahun 1972, Wong berasal dari keluarga sederhana dan meniti karier dari bawah sebagai pegawai negeri di berbagai kementerian. Ia menempuh pendidikan di University of Wisconsin-Madison dan Harvard University, di mana ia mempelajari ekonomi dan administrasi publik. Sebelum menjadi perdana menteri pada tahun 2024, ia dikenal luas karena perannya sebagai Menteri Keuangan dan juga sebagai salah satu wajah utama Singapura dalam menangani pandemi COVID-19. Gaya kepemimpinannya yang tenang, berpikir jangka panjang, dan berfokus pada kerja sama membuatnya dihormati di dalam maupun luar negeri.

Dalam wawancara terbaru, Lawrence Wong menggambarkan bagaimana dunia kini sedang berada di masa yang benar-benar tidak pasti. Ia mengatakan bahwa dulu Amerika Serikat bisa dibilang sebagai “bos dunia”, negara yang paling berpengaruh dalam urusan politik, ekonomi, dan keamanan global. Tapi sekarang, peran Amerika sudah tidak sekuat dulu. Negara itu mulai mundur dari banyak urusan internasional, sementara belum ada kekuatan lain yang siap menggantikan posisinya. Akibatnya, dunia menjadi lebih kacau dan sulit ditebak arahnya.

Di sisi lain, hubungan antara Amerika dan China semakin tegang. Kedua negara ini saling membutuhkan secara ekonomi mereka berdagang, berinvestasi, dan saling terkait dalam rantai pasok global tapi di saat yang sama juga bersaing untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat. Wong menegaskan bahwa gesekan ini berbahaya, karena jika salah satu menekan, yang lain pasti membalas, dan dampaknya bisa merembet ke seluruh dunia.

Ia juga menyoroti bahwa China kini sudah menjadi kekuatan besar yang harus diakui. Dunia tidak bisa lagi memperlakukan China sebagai “negara berkembang” yang masih mengejar ketertinggalan. Mereka sudah punya posisi penting sendiri dalam ekonomi dan politik global, dan ini harus dihadapi secara realistis.

Bagi Singapura, situasi ini bukan hal yang mudah. Negara kecil ini berada di tengah-tengah dua kekuatan besar, untuk urusan pertahanan dan keamanan, mereka dekat dengan Amerika Serikat, tetapi dari sisi perdagangan dan ekonomi, mereka sangat bergantung pada China. Karena itu, Lawrence Wong menegaskan bahwa Singapura harus cermat menjaga keseimbangan, menjaga hubungan baik dengan keduanya tanpa harus memihak salah satu pihak.

Solusi yang ia tawarkan adalah kerja sama dan dialog internasional. Menurutnya, Singapura tidak bisa diam menunggu, melainkan harus aktif mengajak negara-negara lain terutama di kawasan Asia Tenggara untuk membuat aturan main baru yang adil dan terbuka. ASEAN, katanya, bisa berperan penting sebagai penengah di tengah persaingan kekuatan global yang makin panas.

Selain membahas geopolitik, Wong juga menyinggung soal kecemasan generasi muda. Ia menyadari banyak anak muda kini merasa gelisah karena dunia terasa makin tidak stabil, pekerjaan makin kompetitif, dan masa depan sulit ditebak. Karena itu, pemerintah Singapura ingin memberi mereka rasa aman, keyakinan, dan kepercayaan diri agar tetap optimis menghadapi masa depan.

Menariknya, di akhir wawancara, Lawrence Wong mengaku bahwa tantangan terberatnya sebagai perdana menteri bukanlah urusan politik luar negeri, tapi justru mengelola partainya sendiri. Ia mengatakan bahwa keputusan tersulit adalah saat harus mengganti politisi senior dengan generasi baru demi regenerasi yang sehat.

Afditya Imam