Cara Mengukur Risiko Investasi Saham Biar Nggak Boncos!

Last modified date

Investasi saham emang bisa bikin cuan, tapi kalau asal-asalan, siap-siap boncos! Makanya, sebelum taruh duit di saham, kamu wajib tahu cara mengukur risikonya.

Jangan sampai cuma fokus ke untung, tapi lupa ngitung seberapa besar kemungkinan ruginya.

Nah, ini dia cara gampang buat ngukur risiko investasi saham biar kamu tetap aman dan profit maksimal!


1. Volatilitas: Lihat Seberapa Liar Harga Sahamnya

Volatilitas itu seberapa sering dan seberapa besar harga saham naik-turun. Kalau sahamnya sering berubah drastis dalam waktu singkat, berarti risikonya lebih tinggi.

Cara cek volatilitas:
✅ Lihat grafik harga saham selama beberapa bulan/tahun terakhir.
✅ Cek beta saham—kalau angkanya di atas 1, berarti sahamnya lebih agresif dari pasar, kalau di bawah 1, berarti lebih stabil.

Tips:

  • Kalau kamu nggak tahan lihat harga saham naik-turun drastis, pilih yang volatilitasnya rendah.
  • Saham blue-chip (kayak BBCA, BBRI) biasanya lebih stabil daripada saham gorengan.

2. Fundamental Perusahaan: Cek Sehat atau Nggaknya

Sebelum beli saham, cek dulu kesehatan keuangan perusahaan. Jangan sampai beli saham perusahaan yang utangnya numpuk atau pendapatannya makin turun tiap tahun.

Yang perlu dicek:
Laba bersih: Kalau sering rugi, hati-hati!
Utang: Kalau kebanyakan utang, bisa bahaya di masa depan.
Pendapatan: Harus stabil atau terus bertumbuh.

Tips:

  • Gunakan rasio Debt to Equity Ratio (DER) untuk cek utangnya. Kalau angkanya terlalu tinggi (>1), berarti perusahaan punya banyak utang dibanding modal sendiri.
  • Pilih perusahaan yang profitnya terus naik tiap tahun.

3. Likuiditas Saham: Gampang Jual atau Nggak?

Likuiditas itu gampang atau nggaknya jual saham kalau kamu butuh duit cepat. Saham yang likuid itu yang sering diperdagangkan dan banyak peminatnya.

Cara cek likuiditas saham:
✅ Lihat volume perdagangan harian—kalau tinggi, berarti sahamnya gampang dijual.
✅ Cek kapitalisasi pasar—saham besar kayak BCA atau Telkom biasanya lebih likuid daripada saham kecil.

Tips:

  • Hindari saham yang sepi transaksi, karena kalau mau jual bisa susah dan harga bisa jatuh drastis.
  • Saham blue-chip biasanya lebih likuid dibanding saham second-liner atau gorengan.

4. Risiko Pasar: Siap Hadapi Gejolak Ekonomi

Pasar saham bisa naik-turun tergantung kondisi ekonomi, suku bunga, inflasi, bahkan isu global. Kalau ekonomi lagi krisis, harga saham bisa jeblok.

Cara mengukur risiko pasar:
✅ Perhatikan berita ekonomi (suku bunga, inflasi, kebijakan pemerintah).
✅ Lihat kondisi pasar secara keseluruhan (IHSG naik atau turun?).

Tips:

  • Kalau pasar lagi turun, jangan buru-buru jual, tapi cari peluang buat beli saham bagus dengan harga diskon.
  • Pilih saham dari sektor yang tahan banting saat krisis (misalnya, consumer goods atau healthcare).

5. Diversifikasi: Jangan Taruh Semua Telur di Satu Keranjang

Jangan cuma beli satu saham atau taruh semua duit di satu sektor. Kalau salah pilih, bisa rugi besar.

Cara diversifikasi yang aman:
✅ Investasi di beberapa sektor (teknologi, perbankan, consumer goods, dll.).
✅ Gabungkan saham blue-chip dengan saham yang punya potensi pertumbuhan tinggi.

Tips:

  • Jangan investasi di saham satu sektor aja (misalnya, semua di teknologi). Kalau sektor itu anjlok, portofolio kamu bisa ikutan jeblok.
  • Kombinasikan saham yang stabil dengan yang lebih agresif biar risikonya lebih seimbang.

Kesimpulan: Kenali Risikonya, Baru Gas!

Investasi saham itu nggak cuma soal cuan, tapi juga soal manajemen risiko. Jangan asal beli tanpa riset! Gunakan strategi di atas buat ngukur risiko sebelum kamu taruh duit di saham. Dengan begitu, kamu bisa investasi lebih aman dan tetap cuan dalam jangka panjang.

Siap investasi dengan lebih cerdas? Yuk, mulai sekarang dan hindari boncos!

Afditya Imam