Saham Murah Vs Murahan: Cara Membedakan Peluang Investasi yang Menguntungkan

Last modified date

Banyak investor pemula sering keliru menganggap saham murah sebagai peluang emas. Padahal, nggak semua saham murah itu layak dibeli. Ada yang memang undervalued (alias harta karun tersembunyi), tapi ada juga yang murahan (alias jebakan batman).

Jadi, gimana cara bedain saham yang benar-benar undervalued dan yang justru bikin nyangkut? Simak panduan berikut ini!


1. Cek Price-to-Earnings Ratio (PER): Murah atau Ada Masalah?

PER (Price-to-Earnings Ratio) sering dipakai buat lihat apakah harga saham murah atau mahal dibanding laba perusahaannya. Rumusnya:

PER = Harga Saham / Laba per Saham (EPS)

  • PER rendah dibanding rata-rata industri → Bisa jadi saham undervalued.
  • PER terlalu rendah → Bisa jadi perusahaan lagi ada masalah serius.

Contoh:
Saham di sektor perbankan rata-rata punya PER 15x, lalu ada satu saham bank dengan PER 5x. Ini bisa jadi peluang undervalued atau malah tanda ada masalah besar di bisnisnya. Makanya, jangan cuma lihat PER rendah, tapi cek juga kondisi perusahaan!


2. Perhatikan Price-to-Book Value (PBV): Diskon atau Jebakan?

PBV (Price-to-Book Value) mengukur apakah saham dihargai lebih murah dari nilai bukunya. Rumusnya:

PBV = Harga Saham / Nilai Buku per Saham

  • PBV < 1 → Saham lebih murah dari nilai asetnya (bisa jadi undervalued).
  • PBV jauh di bawah 1 → Bisa jadi tanda kalau bisnisnya lagi jelek banget.

Saham undervalued biasanya punya PBV mendekati 1 atau sedikit di bawahnya. Kalau terlalu rendah (misalnya PBV 0,2), bisa jadi bisnisnya udah nggak menarik lagi atau bahkan di ambang kebangkrutan.


3. Bandingkan Kinerja Keuangan: Cuan Stabil atau Merosot?

Kalau sahamnya benar-benar undervalued, biasanya fundamentalnya masih kuat. Beberapa hal yang wajib dicek:

Laba Bersih: Apakah masih tumbuh stabil?
Pendapatan: Apakah masih meningkat atau malah turun terus?
Free Cash Flow (FCF): Apakah perusahaan masih punya arus kas positif?

Saham murah yang layak dibeli harus punya keuangan sehat. Kalau pendapatannya turun terus dan rugi bertahun-tahun, itu bukan undervalued, tapi murahan!


4. Lihat Utang Perusahaan: Masih Aman atau Kebanyakan Beban?

Utang perusahaan bisa jadi faktor penentu apakah saham murah itu masih layak dibeli atau justru bahaya. Gunakan Debt-to-Equity Ratio (DER):

DER = Total Utang / Ekuitas Pemegang Saham

  • DER rendah (<1x) → Utang masih aman dan terkendali.
  • DER tinggi (>2x) → Bisa jadi perusahaan kesulitan bayar utangnya.

Kalau sahamnya murah tapi utangnya segunung, risiko bangkrutnya lebih tinggi. Jadi, pastikan DER masih dalam batas wajar.


5. Perhatikan Sentimen Pasar & Berita Terbaru

Kadang, saham undervalued muncul bukan karena fundamentalnya jelek, tapi karena sentimen negatif sementara. Beberapa contohnya:

  • Saham turun karena isu sesaat (misalnya pergantian CEO, regulasi baru, atau sentimen global).
  • Industri lagi kurang dilirik, padahal punya prospek bagus di jangka panjang.

Sebaliknya, kalau ada berita buruk fundamental (misalnya perusahaan kena kasus hukum, rugi terus, atau bisnisnya udah nggak relevan), itu bisa jadi tanda saham murahan yang harus dihindari.


Kesimpulan

Jangan asal beli saham murah! Pastikan dulu apakah itu benar-benar undervalued atau malah jebakan saham murahan.

Gunakan cara berikut untuk menganalisis:
PER & PBV → Apakah valuasi murah masih masuk akal?
Laporan Keuangan → Apakah perusahaan masih untung dan bertumbuh?
Utang (DER) → Apakah perusahaan masih sehat secara finansial?
Sentimen Pasar → Apakah harga turun karena faktor sementara atau memang bisnisnya jelek?

Jadi, sebelum investasi, lakukan analisis dengan cermat biar nggak terjebak saham murahan yang bikin boncos!

Afditya Imam