Mengapa Perang Tarif Hanya Pelindung Sementara Bukan Solusi

Last modified date

Kemandirian ekonomi total bukanlah jalan menuju kemakmuran, melainkan kemunduran. Menurut Dani Rodrik, profesor ekonomi politik internasional di Harvard, tidak ada negara termasuk Amerika Serikat maupun China yang bisa maju tanpa keterlibatan dalam pasar global, karena dunia saling bergantung dalam hal teknologi, bahan baku, dan pasar ekspor.

Rodrik mengkritik apa yang ia sebut sebagai “hiperglobalisasi” yang dimulai pada 1990-an. Saat itu, banyak negara terlalu fokus membuka diri ke perdagangan internasional tanpa memperhatikan kesejahteraan dalam negeri. Akibatnya, kesenjangan pendapatan meningkat, masyarakat merasa terpisah dari elit politik, dan muncul polarisasi sosial serta politik. Ia menilai bahwa meski China diuntungkan dari periode ini, keberhasilan negara itu justru karena pendekatan yang terkontrol, bukan sepenuhnya tunduk pada arus globalisasi bebas.

Rodrik juga menyoroti pentingnya kebijakan industri yaitu peran aktif pemerintah dalam membentuk dan mendukung sektor-sektor strategis. Contohnya, Undang-Undang Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat yang memberikan insentif besar untuk investasi energi hijau dan teknologi ramah lingkungan. Kebijakan seperti ini, katanya, tidak hanya memperkuat ekonomi jangka panjang, tetapi juga membangun dukungan politik dari wilayah dan industri yang mendapat manfaat langsung. Inilah mengapa Rodrik memperkirakan bahwa meskipun Trump pernah mengkritik IRA, kebijakan itu kemungkinan besar tetap dipertahankan karena banyak pihak telah diuntungkan.

Mengenai nasionalisme ekonomi, Rodrik membedakan antara bentuk yang sehat yakni “developmentalism”, di mana negara berfokus pada pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya dan bentuk yang berbahaya seperti merkantilisme atau imperialisme ekonomi. Menurutnya, menutup diri dari dunia luar dengan alasan kemandirian justru membawa kemunduran, karena tidak ada negara yang bisa berkembang tanpa interaksi ekonomi global.

Tentang tarif impor Trump dan ancaman perang dagang, Rodrik mengakui bahwa tarif bisa berguna jika digunakan sebagai pelindung sementara bagi kebijakan domestik. Namun, ia menegaskan bahwa tarif bukanlah solusi ajaib. Mengandalkan tarif untuk memperbaiki daya saing, menciptakan lapangan kerja, atau menyeimbangkan perdagangan hanyalah ilusi, kebijakan itu bisa mendukung strategi ekonomi nasional, tapi tidak bisa menggantikannya. Bahkan, kata Rodrik, biaya dari kebijakan semacam itu biasanya lebih banyak ditanggung oleh masyarakat di dalam negeri.

Rodrik menyoroti dampak sosial dari globalisasi berlebihan yaitu melemahnya kelas menengah. Ia berpendapat bahwa stabilitas demokrasi sangat bergantung pada keberadaan kelas menengah yang kuat. Ketika kelas menengah tergerus dan merasa tidak aman secara ekonomi, demokrasi menjadi rentan terhadap populisme dan otoritarianisme. Karena itu, strategi baru harus difokuskan pada penciptaan pekerjaan “bermutu baik”, khususnya di sektor jasa, bukan sekadar menghidupkan kembali industri lama. Menurut Rodrik, masa depan demokrasi bergantung pada kemampuan pemerintah, pelaku bisnis, dan pekerja untuk bersama-sama membangun kembali fondasi ekonomi yang inklusif.

Afditya Imam