Ketimpangan, Racun Tersembunyi yang Melemahkan Ekonomi dan Pasar Saham

Last modified date

Ketimpangan ekonomi, jurang lebar antara si kaya dan si miskin, bukan sekadar masalah sosial, tapi juga racun bagi ekonomi dan pasar saham. Ketika kekayaan menumpuk di tangan segelintir orang, roda ekonomi jadi macet. Orang kaya biasanya tidak menghabiskan sebagian besar uangnya untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, mereka lebih banyak menyimpan atau menginvestasikannya. Sementara itu, orang dengan pendapatan pas-pasan membelanjakan hampir seluruh penghasilannya untuk kebutuhan dasar. Uang dari kelompok ini yang justru membuat ekonomi berputar. Jadi, ketika jumlah mereka semakin besar tapi daya belinya stagnan, ekonomi kehilangan “bensin”-nya, dan pertumbuhan melambat.

Dalam situasi seperti ini, bahkan investor besar pun tidak bisa berpura-pura tidak tahu. Orang seperti Jon Lukomnik, salah satu pakar investasi institusional dan profesor yang dihormati di dunia keuangan, telah lama memperingatkan bahaya ketimpangan terhadap stabilitas ekonomi. Lukomnik adalah mantan Direktur Investasi New York City Pension Funds, yang mengelola aset senilai lebih dari US$80 miliar. Ia juga pendiri Sinclair Capital LLC dan salah satu tokoh utama dalam gerakan system-level investing, pendekatan investasi yang berfokus bukan hanya pada keuntungan jangka pendek, tapi juga pada kesehatan sistem ekonomi dan sosial secara menyeluruh. Ia telah menulis beberapa buku terkenal seperti Moving Beyond Modern Portfolio Theory yang menantang cara lama berpikir soal investasi yang hanya mengejar profit tanpa melihat dampaknya pada dunia nyata.

Sebagai pengelola dana pensiun besar, Lukomnik menyadari bahwa mereka tidak lagi hanya berinvestasi di satu-dua perusahaan. Mereka sebenarnya memiliki “seluruh pasar”. Maka fokus mereka tidak bisa hanya pada perusahaan tertentu, tapi pada kesehatan sistem secara keseluruhan, ibarat menjaga kualitas air di kolam tempat semua ikan hidup. Jika airnya kotor, semua ikan akan sakit, tak peduli seberapa bagus spesiesnya.

Ketimpangan ekonomi menciptakan air yang keruh dalam “kolam” ini. Ekonomi menjadi rentan terhadap krisis karena banyak masyarakat tidak punya cadangan keuangan. Sekali badai datang, mereka langsung terpukul, dan pemerintah harus mengeluarkan anggaran besar untuk menyelamatkan keadaan. Selain itu, ketika rakyat merasa sistemnya tidak adil, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga keuangan runtuh. Investor asing pun menilai negara seperti itu berisiko tinggi, sehingga bunga pinjaman meningkat dan utang semakin berat.

Solusinya bukan sekadar menunggu, melainkan ikut memperbaiki sistem, konsep yang dikenal sebagai System-Level Investing. Investor besar kini mulai memikirkan bagaimana investasi mereka bisa memperkuat fondasi ekonomi, mendorong perusahaan membayar upah layak, tidak menghindari pajak, dan memperhatikan kesejahteraan karyawan serta lingkungan. Dengan begitu, bukan hanya mereka yang untung, tapi juga masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan.

Jon Lukomnik sendiri pernah membuktikannya saat mengelola dana pensiun kota New York. Ia berinvestasi di proyek perumahan rakyat di daerah yang dianggap “tidak menguntungkan” oleh bank-bank besar. Hasilnya justru luar biasa, investasi tersebut menjadi salah satu yang paling menguntungkan karena persaingan rendah dan tingkat pembayaran kredit tinggi. Selain menghasilkan profit besar, ribuan keluarga akhirnya bisa punya rumah. Inilah contoh nyata bahwa investasi yang memperbaiki sistem sosial bisa mendatangkan keuntungan ekonomi.

Investor modern tidak bisa hanya berpikir jangka pendek soal harga saham naik-turun. Mereka harus sadar bahwa keuntungan sejati datang dari sistem yang sehat. Kalau “air kolam” ekonominya bersih artinya pendidikan baik, kesenjangan kecil, dan keadilan sosial berjalan, maka semua “ikan” di dalamnya, termasuk investasi mereka, akan tumbuh lebih kuat dan tahan lama.

Afditya Imam