Ken Griffin, Kritik Tajam terhadap Ekonomi “Mabuk Gula”, Inflasi, dan Hype AI di Amerika Serikat
Ken Griffin adalah seorang miliarder Amerika, pendiri sekaligus CEO Citadel Securities dan Citadel LLC, dua perusahaan keuangan terbesar di dunia yang bergerak di bidang investasi dan perdagangan saham berteknologi tinggi. Griffin dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di Wall Street dengan kekayaan yang mencapai puluhan miliar dolar serta pandangan ekonominya yang tajam dan sering kontroversial. Dalam wawancara di acara Future of Global Market 2025, ia berbicara terus terang tentang kondisi ekonomi Amerika, inflasi, politik, dan arah masa depan pasar.
Griffin menggambarkan ekonomi AS seperti orang yang mabuk gula. Maksudnya, ekonomi tampak kuat dan bersemangat, tapi itu karena dorongan sementara dari stimulus besar-besaran yang seharusnya dipakai saat krisis, bukan ketika ekonomi sedang baik. Ia khawatir begitu efek gula itu hilang, ekonomi akan lemah kembali.
Masalah terbesar menurutnya adalah inflasi. Ia menilai banyak orang terlalu santai padahal tanda-tanda bahaya sudah jelas. Pemerintah belanja besar, bank sentral terus mencetak uang, dan kebijakan imigrasi maupun lapangan kerja justru mendorong harga-harga naik. Jika dibiarkan, inflasi bisa meledak dan memukul daya beli masyarakat.
Ia menambahkan lemahnya nilai Dolar AS dan naiknya harga emas adalah sinyal ketidakpercayaan terhadap kebijakan Amerika. Investor dan bank sentral dunia mulai mencari tempat aman untuk menyimpan aset mereka karena takut utang AS yang membengkak. Griffin menyebut pengelolaan anggaran pemerintah AS saat ini tidak bertanggung jawab, menyalahkan dua partai besar yang sama-sama boros dan tidak serius memperbaiki defisit.
Sebagai solusi, Griffin menyarankan agar pemerintah mengurangi aturan yang rumit agar bisnis lebih mudah tumbuh dan membuka pintu lebar untuk imigran berbakat di bidang sains dan teknologi. Ia bahkan berpendapat bahwa setiap mahasiswa asing yang lulus S2 atau S3 di bidang STEM seharusnya otomatis mendapat izin tinggal permanen di AS.
Dalam pandangan geopolitiknya, Griffin menilai dunia kini benar-benar terbelah antara Amerika dan China. Ia memperingatkan bahwa China makin berpengaruh di Afrika karena gencar membangun infrastruktur di sana, sementara kebijakan tarif Amerika justru membuat bisnisnya kalah bersaing di kancah global.
Ia juga menyinggung tren teknologi baru. Menurutnya, hype tentang kecerdasan buatan (AI) sekarang mirip dengan gelembung internet di awal 2000-an. Teknologi itu pasti penting, tapi dampak besarnya baru akan terasa puluhan tahun lagi, bukan dalam waktu singkat. Sedangkan soal tokenisasi dan aset kripto, Griffin sangat skeptis. Ia menyebutnya ladang penipuan yang sering menjebak investor kecil.
Griffin juga menjelaskan alasannya memindahkan kantor Citadel dari Chicago ke Miami. Bukan hanya karena pajak lebih ringan, tapi karena Miami dinilainya lebih aman, punya sekolah bagus, dan sedang berkembang jadi pusat keuangan baru, berbanding terbalik dengan Chicago yang disebutnya makin berbahaya dan berantakan.
