Saham BTN Turun 50%, Karena Dugaan Korupsi

Last modified date

Laba bersih Bank BTN (BBTN) pada 2019 sebesar Rp 209 miliar turun 92.5% dibanding tahun sebelumnya 2018 yakni Rp 2,81 triliun

Banyak pihak terutama pemegang saham kecewa dengan kinerja Badan Usaha Milik Negara ini yang terefleksi dari harga saham BTN, dan menilai bahwa Bank BTN harus segera berbenah agar lebih transparan dan mampu menghindari praktik korupsi yang pada akhirnya akan merugikan nasabah, perusahaan dan pemegang saham BTN.

Pada Desember 2019 yang lalu, Menteri BUMN Erick Thohir telah mengangkat Komisaris Utama Bank BTN baru yaitu Chandra Hamzah yang merupakan bekas Komisioner KPK. Erick berharap dengan latar belakang hukum yang dimiliki oleh Chandra, maka akan membantu Direksi BTN untuk membangun organisasi Bank BTN yang lebih transparan, berintegritas dan mampu mencegah korupsi di internal perusahaan.

Baca Juga: Laba Bank BTN turun 92.5%, Ada Apa?

Salah satu parameter penting yang dipertimbangkan oleh Investor ketika hendak memilih saham perusahaan yang baik untuk investasi jangka panjang adalah Manajemen yang jujur dan care. Jujur dalam pengertian bahwa manajemen tidak terlibat praktik korupsi atau merekayasa laporan keuangan perusahaan, dan care berarti bahwa manajemen memberikan perhatian dan fokus untuk menjaga agar Key Performance Indicator (KPI) dapat tercapai sesuai dengan target yang dijanjikan kepada Investor.

Gambar Grafik Harga Saham BTN di Yahoo Finance

Harga Saham BTN mencapai rekor tertinggi pada Maret 2018 pada Rp 3.800, namun setelah itu secara perlahan tapi pasti harga saham BTN terus turun dan hingga saat ini sudah mencapai level Rp 1.335 per lembar saham atau turun -64,8% selama periode 2 tahun terakhir. Sebenarnya kasus virus corona hadir di akhir Januari 2020, harga saham BTN sudah turun -50,8% di level harga Rp 1.870 dibanding harga tertinggi di 2018. Dan dari awal tahun 2020, harga saham BTN sudah turun sebesar -37,2%.

Sejarah Skandal Korupsi dan Rekayasa Keuangan Terbesar

Masih ingatkah Anda dengan kasus ENRON di 2001? Pada waktu itu, perusahaan ini tergolong perusahaan raksasa no ketujuh di Amerika Serikat yang bergerak di sektor energi dan bermarkas di Houston, AS. ENRON sempat memiliki nilai kapitalisasi pasar mencapai 68 miliar dolar AS atau Rp 952 triliun (dengan kurs Rp 14.000/dolar AS). Banyak Investor yang membeli saham ENRON karena meyakini perusahaan ini sehat dan terus mencetak laba bersih yang bertumbuh berdasarkan Laporan Keuangan yang dirilis oleh perusahaan.

Namun akhirnya, kebohongan ini terbongkar dan manajemen ENRON yang saat itu dipimpin oleh CEO Kenneth Lay ternyata terbukti melakukan rekayasa pada Laporan Keuangan dengan menyembunyikan utang perusahaan yang besar, dan mengubahnya menjadi laporan keuangan dengan aset yang besar dan mencetak laba bersih yang tinggi.

Alhasil, harga saham ENRON terjun bebas, yang awalnya masih diperdagangkan di harga 90 dolar AS per lembar di tahun 2000, turun terus hingga 26 sen dolar AS di akhir 2001 karena hampir seluruh Investornya menjual saham mereka di ENRON, dan akhirnya ENRON dinyatakan bangkrut.

Kisah nyata ini memberikan pesan bahwa Manajemen yang jujur dan berintegritas sangat menentukan masa depan perusahaan. Ketika hal itu tidak dijaga, maka Investor akan kabur dan beramai ramai menjual sahamnya karena sudah kehilangan kepercayaan pada perusahaan tersebut.

Kasus Dugaan Korupsi Bank BTN

Saat ini setidaknya ada 2 kasus dugaan korupsi di PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang sedang diproses oleh Kejaksaan Agung dan beberapa pejabat Bank BTN sudah dijadikan tersangka.

Kasus pertama senilai Rp 300 miliar, dimana kasus ini diduga terkait pemberian kredit dan restrukturisasi utang kepada PT Batam Island Marina (BIM) dari Bank BTN lewat PT Pusat Pengelola Asset (PPA). Kucuran kredit pertama ke PT BIM sebesar Rp100 miliar, dimana sesuai dengan perjanjian dana ini seharusnya dipakai untuk membeli Villa di Pulau Manis Batam, dan ternyata BIM tidak pernah melakukan pembelian tersebut. Dana Rp 100 miliar malah digunakan untuk membayar utang perusahaan kepada Direktur Utama Ade Soehari dan Komisaris Utama Luky Winata BIM, sehingga terjadi kredit macet. 

Anehnya, PT Batam Island Marina kembali mengajukan kredit kedua senilai Rp 200 miliar, dan masih diberikan juga lewat PPA. Sehingga total kredit macet sebesar Rp 300 miliar dan BIM meminta restrukturisasi utang. Meneruskan catatan dari Tempo pada 27 November 2019, menurut Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman, ketika mengajukan kredit modal kerja, banyak prosedur yang dilanggar, dan penggunaan uang kredit tidak sesuai dengan yang dimohonkan dan kenyataannya kredit itu juga tidak terbayar, sebanyak Rp 300 miliar. 

Kasus kedua senilai Rp 50 miliar, dalam kasus dugaan korupsi ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 7 tersangka pada akhir Januari 2020, dimana 3 orang merupakan pejabat Bank BTN.  Pejabat yang pertama adalah, Kepala Divisi Asset Management Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Semarang dan Gersik, Satya Wijayantra. 

Satya yang juga menjabat sebagai Kepala Serikat Pekerja Bank BTN disebut secara sengaja dan bermufakat untuk mencairkan dana novasi atau pembaruan utang ke perusahaan padahal utang sebelumnya sudah macet dan akhirnya masuk kategori lima atau menunggak pembayaran lebih dari 180 hari. Tersangka yang kedua adalah AMD Head Area II Bank BTN berinisial SB, dan yang ketiga adalah Kepala Unit Komersial Landing Bank BTN cabang Sidoarjo, berinisial AM. Sedangkan 4 tersangka lainnya merupakan pihak swasta yang bekerja sama, dan berasal dari PT Tiara Fatuba dan PT Lintang Jaya Property.

Kasus Pembobolan Rekening Nasabah di Bank BTN

Di luar kedua kasus ini, sebenarnya ada kasus lain yang pernah terjadi di 2016 dan sudah diputuskan bersalah oleh pengadilan terkait pembobolan 4 rekening perusahaan yang menjadi nasabah Bank BTN dengan nilai mencapai Rp 250 miliar. Meneruskan catatan dari Tempo tanggal 7 September 2019, OJK Watch berharap kasus ini bisa dikembangkan karena mustahil proses pembobolan rekening nasabah hanya dilakukan oleh karyawan staf biasa di Bank BTN tanpa sepengetahuan oleh Pejabat BBTN. Karyawan BBTN itu berinsial BS diputuskan bersalah dengan pidana penjara selama 7 tahun, dan berinisial DB yang juga ditetapkan bersalah dengan hukuman penjara selama 8 tahun. OJK Watch menduga bahwa kasus ini diatur oleh team legal Bank BTN agar tingkat direksi tidak tersentuh, padahal sangat tidak wajar jika pencairan dana perusahaan dalam jumlah ratusan miliar rupiah tanpa diketahui oleh Direksi BBTN.

Bank BTN menjadi Bank Terdepan dan Terpercaya

Berdasarkan data di atas, jika membandingkan nilai dugaan korupsi dengan total Rp 350 miliar tentu bukan nilai yang kecil. Bahkan lebih besar dari laba bersih Bank BTN di 2019 yang hanya mencapai Rp 209 miliar. Sehingga dapat kami simpulkan bahwaDireksi BBTN yang baru dipimpin oleh Pahala Nugraha Mansury sangat urgen untuk membenahi masalah internal perusahaan untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali di masa depan. Harus ada prosedur dan sistem kerja yang baru untuk menghindari terjadinya korupsi yang akhirnya merugikan dan merusak perusahaan. Bank BTN sebagai Badan Usaha Milik Negara harus mampu menjalankan visi perusahaan yaitu menjadi Bank terdepan dan terpercaya dalam memfasilitasi sektor perumahan dan jasa layanan keuangan keluarga.

Tulisan ini sudah diterbitkan di https://tagar.id/dugaan-korupsi-harga-saham-bank-btn-anjlok

Yossy Girsang

Founder & CEO YG Strategic

admin