Tips Menjual Saham saat Waktu yang Tepat, Kapan?

Last modified date

Membuat keputusan jual saham ternyata tidak lebih mudah dari keputusan membeli saham.

Misalnya, jika saham yang kita beli naik harganya, apa yang harus kita lakukan? Sampai harga berapa kita akan memegang saham tersebut?

Tentunya ini menjadi tendensi dimana investor terlalu cepat menjual sahamnya yang sudah memberikan keuntungan (selling winners too early).
Hal ini disebabkan karena, menurut pemenang Nobel Ekonomi Daniel Kahneman, investor cenderung tidak menyukai kerugian (aversion to loss).
Jika saham sudah hijau (untung), segera diuangkan sebelum dia jadi merah (rugi).

Berkaca dari Warren Buffett
Investor legendaris, Warren Buffett membeli saham pertamanya (Citi Services) pada harga USD38,25 dan segera menjualnya saat harga menyentuh USD40. Beberapa tahun kemudian, harga saham tersebut meroket ke USD200.

Pengalaman ini memberi pelajaran kepada Warren Buffett tentang pentingnya berinvestasi secara jangka panjang.

Jika saham yang kita beli harganya tidak berubah banyak, sampai kapan kita harus bersabar? Saham PT Astra international Tbk (ASII), misalnya. Harga saham blue chip ini boleh dibilang tidak banyak berubah selama periode 2012 2016.

Di akhir 2011, harga saham ASII ada di level Rp 8.000. Akhir tahun 2016, harganya juga masih di posisi Rp 8.000. Investor mengalami kerugian waktu karena harga sahamnya jalan di tempat, tapi inflasi lari kencang.

Cut Loss Hindari Kerugian
Disisi lain, Cut loss terlalu cepat membuat kita rugi karena ternyata tak lama kemudian harga saham sudah pulih dan melonjak tinggi. Celakanya, setelah cut loss biasanya investor tidak mau membeli kembali saham tersebut pada harga yang lebih tinggi dari harga jualnya.

Ia merasa menjadi orang paling bodoh sedunia karena menjual rugi lalu minggu depan harus membeli saham yang sama pada harga 10% lebih mahal.

Sebagai contoh, pasa Oktober 2008 saham Astra Internasional (ASII) sempat jatuh 60% dari Rp17.000 ke Rp7.100 dalam waktu tiga minggu. Sepanjang 2007, rentang harga ASII adalah Rp14.000 hingga Rp 27.000.

Misalkan investor, saat membeli saham ASII pada Rp 17.000, yakin bahwa harga tersebut adalah underpriced (murah). Pada harga Rp 7.100, jika ia masih meyakini saham ASII tersebut underpriced, mengapa harus menjual pada harga diskon 60%?

Jika ia tidak panik, tujuh bulan kemudian harga ASII sudah kembali ke Rp 17.000, dan tiga tahun kemudian harganya sudah naik sebanyak sembilan kali lipat!

Empat Kondisi Kapan Waktu Tepat Jual Saham
Sedikitnya, ada empat kondisi yang membuat kita melepas saham yang kita pegang.

Butuh Uang
Pertama, butuh uang. Dengan kondisi seperti ini, berapapun harga saham, terpaksa kita jual saham. Itu sebabnya investor saham jangka panjang disarankan untuk menggunakan uang bebas (free cash flow) alias uang dingin untuk membeli saham.

Investor saham jangka panjang harus punya stamina untuk tidak menjual sahamnya pada kondisi buruk.

Saham Memburuk
Kedua, salah beli saham. Saham yang dibeli ternyata tidak sebagus yang dipikirkan, atau harganya ternyata sangat kemahalan. Karena tidak hati-hati, bisa saja investor salah pilih saham.

Terutama jika membeli saham Initial Public Offering (IPO) yang belum ketahuan kinerjanya di bursa.

Jika salah beli, maka investor sebaiknya segera melakukan cut loss dan memindahkan uangnya ke saham yang lebih berprospek.

Saham Tidak Berlaku
Ketiga, asumsi saat membeli saham sudah tidak berlaku. Saham BUMI dihargai sekitar Rp700 pada Oktober 2007.

Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia dan batubara, saham ini sempat menyentuh Rp8.750 pada 10 Juni 2008.

Harga minyak saat itu mencapai rekor USD126 sebelum turun ke USD31 tujuh bulan kemudian. Bagi investor yang membeli saham BUMI di harga puncak ini pasti punya asumsi bahwa saham ini underpriced karena memprediksi harga minyak masih naik terus.

Saat krisis 2008, harga saham BUMI turun mengikuti jejak harga minyak dunia dan batubara.

Berbeda dengan ASII yang terdiskon 60% dalam 3 minggu, saham BUMI turun 94% dari Rp8.750 ke Rp500 dalam waktu 7 bulan.

Artinya banyak waktu bagi investor untuk berpikir apakah asumsi waktu beli masih berlaku atau tidak, dan melakukan cut loss.

Harga Saham Overpriced
Terakhir, harga saham sudah overpriced alias kemahalan. Ketika harga saham sudah naik terlalu tinggi, ditunjukkan dengan PER (price earnings ratio) di atas 20 kali, sebaiknya kita realisasi keuntungan dan memindahkan dana ke saham lain yang lebih prospektif.

Itulah penjelasan kapan waktu yang tepat jual saham. Semoga informasi ini berguna bagi Anda dan menambah wawasan Anda.

Afditya Imam