Revolusi Dunia Startup, Dari Pendanaan Tradisional ke Sistem Onchain Berbasis Blockchain
Dalam dunia startup saat ini, kalau kamu punya ide bisnis bagus dan mau cari investor, kamu harus kenal orang dalam, tinggal di tempat seperti Silicon Valley, dan siap buang waktu berbulan-bulan hanya untuk tanda tangan dokumen, bolak-balik meeting, dan bayar pengacara mahal. Setelah itu pun, uang investor baru bisa cair, dan mereka harus menunggu bertahun-tahun sebelum bisa ambil untung karena saham startup tidak bisa dijual bebas. Semua prosesnya lambat, mahal, dan penuh rahasia.
Brian Armstrong, pendiri Coinbase, menyatakan bahwa sistem seperti itu sudah ketinggalan zaman. Dia ingin mengubahnya lewat sistem “onchain artinya semua proses investasi dilakukan di blockchain (teknologi di balik kripto seperti Bitcoin dan Ethereum). Seperti memindahkan seluruh dunia pendanaan startup ke internet yang terbuka dan otomatis.
Dalam sistem baru ini, perjanjian antara investor dan pendiri startup diatur lewat smart contract, yaitu semacam program komputer yang otomatis menjalankan perjanjian tanpa perlu tanda tangan manual atau campur tangan pengacara. Misalnya, investor kirim dana dalam bentuk USDC (mata uang kripto stabil), lalu sistem langsung mencatat kepemilikan mereka dan mengatur pembagian saham atau token secara otomatis. Prosesnya jadi jauh lebih cepat, murah, dan minim drama birokrasi.
Selain efisiensi, sistem ini juga lebih adil dan terbuka. Siapa pun dari mana pun di dunia bisa ikut berinvestasi atau mencari pendanaan tanpa harus punya koneksi ke VC besar di Amerika. Jadi, pendiri startup di Jakarta, Nairobi, atau Mumbai punya peluang yang sama dengan yang di Silicon Valley. Semua orang bisa bermain di lapangan yang sama.
Hal lain yang bikin sistem ini menarik adalah transparansi. Semua data soal siapa yang berinvestasi, berapa besar dananya, bahkan ke mana uang itu dipakai bisa dilihat di blockchain seperti buku catatan publik yang tidak bisa diubah. Ini bikin investor dan publik lebih percaya, karena tidak ada lagi “rahasia dapur” atau manipulasi angka di belakang layar.
Coinbase sendiri sudah bergerak ke arah ini dengan membeli perusahaan bernama Echo seharga sekitar $375 juta. Echo membantu lebih dari 200 proyek untuk melakukan penggalangan dana berbasis blockchain, seperti “launchpad” yang memudahkan startup menerbitkan token atau saham digital. Jadi, bukan cuma proyek kripto yang bisa pakai sistem ini, tapi juga startup biasa yang mau jual “security token” versi digital dari saham.
Tentu, sistem ini punya dua sisi. Bagi pendiri dan investor ritel, ini masa depan yang menjanjikan cepat, adil, dan transparan. Tapi bagi VC tradisional, ini ancaman besar. Mereka terbiasa bekerja diam-diam, merahasiakan valuasi, jumlah saham, dan strategi investasi. Kalau semuanya jadi publik di blockchain, rahasia dagang mereka bisa hilang dan pesaing mudah meniru langkah mereka.
Namun, di sisi positifnya, teknologi ini juga bisa membuka peluang baru di luar bisnis. Misalnya di bidang amal, donatur bisa melacak sumbangan mereka sampai benar-benar sampai ke penerima. Atau lewat DAO (Decentralized Autonomous Organization), komunitas bisa membuat “perusahaan bersama” yang dikelola lewat voting onchain, tanpa bos atau hierarki tradisional.
Apa yang disampaikan Brian Armstrong bukan sekadar ide teknis, tapi visi masa depan dunia investasi dari sistem tertutup dan elitis menjadi sistem terbuka, global, dan otomatis yang dijalankan oleh kode, bukan koneksi.
