Apakah Saatnya Beli Saham PGAS
Sebelum Anda membeli saham PGAS atau PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang terkesan murah, sebaiknya cermati dulu analisa berikut ini
Pada Selasa tanggal 24 Maret 2020, harga saham PGAS sempat turun ke Rp 605 per lembar saham, dan merupakah harga terendah dari saham PGAS sepanjang 14 tahun terakhir, bahkan harga saham PGAS ini sama dengan harga pada perdagangan di 5 Juni 2005 yang lalu. Jika melihat pada harga saham PGAS dalam setahun terakhir, dimana harga tertinggi terbentuk pada tanggal 30 Oktober 2019 di level harga Rp 2.460 per lembar, maka saham PGAS sudah anjlok -75,4% ke harga terendah tersebut yaitu Rp 605. Memang dalam transaksi Bursa Efek Indonesia pada 26 Maret 2020 kemarin, harga saham PGAS sempat naik 12,4% ke harga Rp 680, namun jika kita bandingkan dengan harga tertinggi dalam setahun terakhir, penurunan masih sebesar 72,4%.
Sekilas Sejarah PGAS
Perusahaan Gas Negara (PGN) adalah perusahaan nasional Indonesia yang bergerak di bidang transportasi dan distribusi gas bumi yang berperan dalam pemenuhan gas bumi domestik. Resmi menjadi Perusahaan Gas Negara pada 13 Mei 1965, kiprah PGAS telah dimulai sejak era kolonial. Saham PGAS dicatatkan pertama kali di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003. Saat ini Pemerintah Indonesia memiliki 56,96% dari total saham PGAS atau setara dengan 13,8 miliar lembar saham lewat PT Pertamina (Persero). Pada 21 Januari 2020, Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Arcandra Tahar yang juga mantan Wakil Menteri ESDM menjadi Komisaris Utama Perusahaan Gas Negara.
Sejalan dengan perkembangan, PGAS yang dipimpin oleh direktur utama Gigih Prakoso, memiliki 7 anak usaha, 38 cucu dan cicit usaha serta 6 usaha patungan (join venture), cukup banyak seperti halnya BUMN yang lain yaitu Garuda Indonesia dan Aneka Tambang. Dari anak usaha itu, ternyata ada yang bergerak di sektor Telekomunikasi yaitu PT PGAS Telekomunikasi Nusantara (PGASKOM), dan ada juga di industri pengelolaan dan penyewaan gedung dan peralatan yaitu PT Permata Graha Nusantara (PGN MAS). Kalau dicermati lebih dalam, sebenarnya ada juga cucu usaha PGAS yang memiki cucu usaha juga yang bernama Saka Energi Muriah Limited (SEML) tercatat di Kepulauan Virgin Britaria Raya semenjak 15 Juli 2009 bergerak di sektor eksplorasi dan prduksi minyak dan gas. Jadi strukturnya sebagai berikut, Saka Energi Muriah Limited (SMEL) dimiliki 100% oleh Saka Energi Exploration Production BV (SEEPBV) bermarkas di Belanda, SEEPBV dimiliki 100% oleh Saka Energy Overseas Holding BV (SEOHBV) bermarkas di Belanda, lalu SEOHBV dimiliki 100% oleh PT Saka Energi Indonesia (SEI) yng bermarkas di Indonesia sekaligus sebagai anak usaha PGAS.
Pada saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi VII DPR RI pada tanggal 10 Februari 2020, Dirut PGN Gigih Prakoso diberikan target selama dua tahun untuk melakukan efisiensi bisnis berupa restrukturisasi perusahaan termasuk anak usaha yang terlalu banyak dan tidak fokus di bisnis transmisi, distribusi gas, dan infrastruktur.
Mengapa Harga Saham PGAS Anjlok
Berdasarkan analisa kami, ada dua hal yang menyebabkan banyak Investor yang melepas saham PGAS sehingga turun drastic hingga ke level Rp 605 per lembar saham.
Alasan pertama memang kinerja PGAS tergolong tidak sehat dan tidak efisien. Detail penjelasan dan analisannya akan kami jelaskan satu per satu.
Dan alasan kedua berhubungan dengan rencana pemerintah lewat Kementerian BUMN dan ESDM yang akan menurunkan harga gas per 1 April 2020 yang tentu akan semakin menggerus laba bersih PGAS lebih dalam lagi dibanding tahun 2019. Rencananya harga gas industri dari 8-9 dolar AS per Million Metric British Thermal Unit atau MMBTU akan diturunkan menjadi 6 dolar AS per MMBTU.
Pendapatan dan Laba Bersih PGAS
PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGAS mencatatkan pendapatan sebesar 3,84 miliar dolar AS atau Rp. 54,4 triliun dengan kurs rata-rata tahun 2019 Rp 14.148/dolar AS. Jika dirinci, maka pendapatan terbesar PGAS yaitu 77% dari total pendapatan diperoleh dari hasil penjualan gas sebesar 2.973,9 juta dolar AS, lalu10% dari penjualan minyak dan gas sebesar 374,35 juta dolar AS, dan 6% dari transmisi gas sebesar 245,7 juta dolar AS, serta sisanya 7% dari pendapatan Usaha lainnya yang sebesar 254,7 juta dolar AS.
Jika dibandingkan dengan pendapatan di 2018 yang mencapai 3,87 miliar dolar AS, maka pendapatan PGAS di 2019 turun tipis sebesar -0,54%. Namun, ternyata Laba Bersih PGAS turun signifikan sebesar -77,7% dari 305 juta dolar AS di 2018 menjadi 68 juta dolar AS di 2019. Jika melihat lebih dalam di Laporan Keuangan PGN, maka ada beberapa beban di luar beban operasi yang naik tajam dan menggerus laba bersih PGAS di 2019. Yang pertama adalah kenaikan yang tinggi pada Beban Keuangan sebesar 12,4% yaitu dari 153 juta dolar AS di 2018 menjadi 172 juta dolar AS di 2019. Yang kedua penurunan nilai aset tetap yang di 2018 sebesar nol, dan melonjak menjadi 98 juta dolar AS di 2019. Beban ketiga adalah provisi atas sengketa pajak yang sebelumnya nol di 2018 menjadi 127 juta dolar AS di 2019.
Berdasarkan tren di grafik di atas, kita dapat melihat bahwa sebenarnya pendapatan Perusahaan Gas Negara (PGN) menunjukkan tren positif dari tahun 2012 yang sebesar 2,58 miliar dolar AS naik terus hingga 2014, turun ke 2,9 miliar dolar AS di 2016, dan kembali naik di 2017 hingga 2019.
Namun sebaliknya pada laba bersih justru menunjukkan tren negative dari 2012 hingga 2019. Hampir pasti setiap tahun laba bersih PGAS turun terus. Dimana pada 2012 laba bersih PGAS masih mampu mencapai 891 juta dolar AS, dan turun hingga menjadi 67,5 juta dolar AS di 2019.
Profit Margin dan Return on Equity PGAS yang anjlok
Buat Anda pembaca yang baru mengenal kedua rasio ini, return on equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari investasi pemegang saham, sedangkan NPM digunakan untuk mengukur seberapa efisien manajemen mengelola dalam menghasilkan laba bersih. Semakin tinggi kedua rasio ini maka semakin sehat pula perusahaan.
Kedua rasio ini menunjukkan tren negatif dari tahun 2012 hingga 2019. Dan menurut kami, dalam 7 tahun terakhir, dapat dikatakan pengelolan PGAS oleh Manajemen semakin tidak efisien dari tahun ke tahun. Bayangkan saya, di tahun 2012 Net Profit Margin PGAS masih mencapai 34,5% dan hanya tersisa 1,8% di tahun 2019. Penurunan yang sangat tajam dan tentu sangat mengecewakan Investor. Demikian juga Return on Equity (ROE) PGAS, mencapai 40,5% di 2012 dan turun terus hingga hanya 2,6% di 2019. Analogi ROE sama seperti ketika kita memilih instrumen invetasi, dimana saat ini suku bunga BI masih sekitar 4.5%, sehingga bunga deposito masih sekitar 4-5% dengan resiko rendah. Untuk apa Investor berinvestasi di saham PGAS jika per tahunnya modal yang disetor oleh pemegang saham hanya mampu mencetak laba bersih senilai 2,6%, lebih rendah dari deposito yang berisko rendah.
Utang PGAS yang Tinggi
Sesuai dengan Laporan Keuangan 2019, liabilitas mencapai 4,12 miliar dolar AS, dan jika kita hanya mengambil utang atau liabilitas yang berbunga (debt) berupa pinjaman bank, utang obligasi maka di tahun 2019 utang PGAS mencapai 2,96 miliar dolar AS. Sebenarnya nilai utang PGAS sudah turun 16,1% dibanding utang di 2018 yang mencapai 3,53 miliar dolar AS. Namun jika kita menghitung rasio Utang terhadap Ekuitas yang dapat diatribusikan Total kepada pemilik entitas induk atau sering disebut Debt to Equity Ratio (DER) dari PGAS maka rasionya masih berada di level 1,16 kali. Menurut kami, perusahaan yang tergolong sehat dan beresiko rendah untuk laba bersihnya tergerus oleh beban keuangan jika DER perusahaan tersebut di bawah 0,5 kali.
Dari tahun ke tahun, Debt to Equity Ratio (DER) PGAS menunjukkan tren kenaikan, dimana pada tahun 2012 masih di level yang aman yaitu 0.48 kali, namun sudah tembus di angka lebih dari 0.5 kali sejak 2014 dan lanjut lagi di atas 1 kali sejak tahun 2018. Utang perusahaan harus dikelola dengan baik oleh Manajemen apalagi jika utang tersebut diterima dalam mata uang asing, dimana jika rupiah melemah maka akan lebih membebani perusahaan dan menggerus pendapatan yang diperoleh dengan rupiah (domestik).
Apakah Saham PGAS layak dibeli, bagaimana prospeknya?
Jika Anda membaca analisa kami secara terstruktur, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGAS masih tergolong tidak efisien. Hal ini tercermin dari banyaknya anak usaha yang tumpang tindih dan tidak fokus pada bisnis utama PGAS, utang perusahaan yang masih relatif tinggi dibanding ekuitas, dan profit margin serta return equity PGAS yang sangat kecil.
Dengan situasi net profit margin hanya 1,8% dan harga gas harus diturunkan dari 8-9 dolar AS menjadi 6 dolar AS per MMBTU atau sekitar -29,4% maka sangat dimungkinkan tahun 2020 ini laba bersih PGAS akan berubah menjadi rugi bersih. Menurut kami, untuk saat ini saham PGAS sangat tidak menarik, sehingga wajar jika banyak Investor yang justru melepas sahamnya karena perusahaan berpotensi merugi.
Kembali kami mengingatkan bahwa, pada akhirnya keputusan jual dan beli saham PGAS sepenuhnya ada ditangan para pembaca Tagar, dan kami menyusun analisa ini dengan tujuan untuk memberi edukasi dalam menganalisa kinerja perusahaan sebelum kita melakukan keputusan investasi.