Analisis: Sentimen Global dan Domestik di Balik Anjloknya IHSG 5% pada 18 Maret 2025
IHSG lagi-lagi bikin investor deg-degan! Pada 18 Maret 2025, indeks saham utama Indonesia jeblok 5% dalam sehari, sampai-sampai Bursa Efek Indonesia (BEI) harus nge-pause perdagangan alias trading halt. Buat yang baru pertama kali ngalamin, pasti panik. Tapi, kalau kita lihat lebih dalam, ada beberapa faktor global dan domestik yang bikin IHSG babak belur. Yuk, kita bahas!
1. The Fed Masih Gaspol Naikin Suku Bunga
Investor global lagi nggak happy gara-gara kebijakan moneter Amerika Serikat. The Fed masih keukeuh naikin suku bunga buat nge-rem inflasi, bikin aset-aset berisiko seperti saham di negara berkembang jadi kurang menarik. Akibatnya? Modal asing pada kabur, dan pasar saham kita kena dampaknya langsung.
Buat yang belum tahu, suku bunga yang tinggi bikin return investasi di AS lebih menarik. Jadi, investor global lebih milih main aman taruh duit mereka di obligasi AS daripada di pasar saham Indonesia.
2. China Lagi Lesu, Pasar Komoditas Ikutan Kena
Sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, ekonomi China punya pengaruh besar ke kita. Sayangnya, ekonomi China lagi nggak secerah yang diharapkan. Pertumbuhan mereka melambat, permintaan barang berkurang, dan harga komoditas kayak nikel dan batu bara juga turun.
Karena banyak emiten di Indonesia yang bergantung pada ekspor komoditas, harga saham mereka jadi ikut nyungsep. Efeknya? IHSG langsung melemah!
3. Rupiah Melemah, Investor Makin Waspada
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga ikut melemah dalam beberapa hari terakhir. Ini bikin investor asing makin ragu buat tetap taruh duit mereka di pasar saham Indonesia. Soalnya, kalau rupiah terus turun, mereka bisa rugi dua kali: dari harga saham yang jatuh dan dari selisih kurs.
Perusahaan-perusahaan yang punya utang dolar juga jadi lebih berat bebannya. Misalnya, emiten di sektor energi atau infrastruktur yang banyak impor bahan baku. Investor yang sadar soal ini jadi makin risk-off alias menjauh dari saham-saham tersebut.
4. Data Ekonomi Domestik Kurang Oke
Dari dalam negeri, kondisi ekonomi kita juga lagi banyak tantangan. Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sedikit melambat, inflasi naik tipis, dan konsumsi masyarakat masih belum pulih sepenuhnya.
Selain itu, ada juga kekhawatiran soal kebijakan baru pemerintah yang bisa mempengaruhi daya beli masyarakat dan operasional perusahaan. Makanya, banyak investor lebih milih untuk wait and see dulu sebelum masuk ke pasar saham lagi.
5. Panic Selling Bikin IHSG Makin Drop
Begitu IHSG turun tajam, efek domino mulai terasa. Investor ritel yang lihat portofolionya merah langsung panik dan buru-buru jual saham mereka. Ini makin bikin tekanan jual di pasar, menyebabkan indeks turun lebih dalam.
Karena penurunan IHSG udah lebih dari 5%, BEI akhirnya harus intervensi dengan trading halt buat ngasih waktu ke pasar supaya bisa cooling down dan mencegah kepanikan yang lebih besar.
Kesimpulan: IHSG Bisa Bangkit Lagi?
Pasar saham memang selalu naik-turun, dan koreksi kayak gini sebenarnya hal yang wajar. Buat investor jangka panjang, ini bisa jadi kesempatan buat buy the dip alias beli saham bagus dengan harga diskon.
Tapi, jangan asal beli juga! Pastikan pilih saham dengan fundamental kuat dan tahan banting terhadap kondisi ekonomi global maupun domestik. Yang penting, tetap tenang, jangan FOMO, dan selalu punya strategi yang matang!