Apa Itu Pajak Naruta yang Akan Berlaku di Q2 2023
Pemerintah akan mengumpulkan pajak penghasilan (PPh) natura atau kenikmatan mulai semester II 2023. Langkah ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan melakukan sosialisasi kebijakan pajak natura dalam 3-6 bulan ke depan.
“Kami akan memberi periode transisi untuk waktu dilakukan pemotongan. Masih butuh sosialisasi ke wajib pajak, mungkin sekitar 3-6 bulan. Harapannya semester depan sudah dimulai pemotongan pajak atas natura bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya,” ucap Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam media briefing di Kantor Pusat DJP pada Senin (10/1/2023).
Natura merupakan pemberian barang atau kenikmatan dan bukan dalam bentuk uang, dalam Surat Edaran Dirjen Pajak NO SE-03/PJ.23/1984 menyatakan bahwa kenikmatan dalam bentuk natura merupakan setiap balasan jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, maupun keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja.
Dalam UU HPP disebutkan natura/kenikmatan dapat dibiayakan sepanjang terkait dengan 3M (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan) bagi pemberi kerja dan merupakan objek PPh bagi pegawai/penerima.
Suryo mengatakan dalam periode transisi pihaknya akan memberikan sosialisasi tentang detail pajak natura. Langkah tersebut dilakukan agar memberikan keadilan dan kepantasan sehingga pihak pemotong dan pemungut paham mana yang dipotong mana yang tidak. “Hal ini dilakukan agar tidak ada kesalahan dalam pemungutan pajak natura,” katanya.
Pemerintah telah menerbitkan aturan turunan dari UU HPP yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan yang berisi tentang pengaturan pajak natura. Dalam PP ini disebutkan pengecualian PPh natura dan/atau kenikmatan di mana terdiri dari lima objek, yakni makanan dan minuman yang disediakan di tempat kerja dan disediakan untuk seluruh pegawai dengan batasan tertentu.
Natura dan kenikmatan yang diberikan di daerah tertentu yakni tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan, dan olahraga umum (melalui penetapan), harus disediakan oleh pemberi kerja sehubungan dengan keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan, bersumber dari APBN/D/Des, serta natura atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
Regulasi tentang pajak natura akan dibantu lebih rinci dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Rencana isi pengecualian objek yang dimaksud yakni fasilitas makan atau minum meliputi makanan atau minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai serta reimbursement makanan atau minuman bagi pegawai dinas luar. Selanjutnya untuk natura atau kenikmatan daerah tertentu yang dikecualikan meliputi tempat tinggal termasuk perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan, serta olahraga (tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, dan olahraga otomotif).
“Ini yang sedang kami dudukan dan diskusikan, kira-kira bingkisan seperti apa si yang memang boleh dibiayakan tetapi bukan merupakan penghasilan. Jadi ini, rombongan yang bukan penghasilan bagi penerima atau karyawan atau pegawai dari institusi yang mendapatkan,” kata Suryo.
Aturan turunan terkait pajak natura telah diterbitkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang antara lain mencakup pengecualian PPh natura dan/atau kenikmatan di mana terdiri dari lima objek, yakni makanan dan minuman yang disediakan di tempat kerja dan disediakan untuk seluruh pegawai dengan batasan tertentu.
Kemudian, natura dan kenikmatan yang diberikan di daerah tertentu yakni tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan, dan olahraga umum (melalui penetapan), harus disediakan oleh pemberi kerja sehubungan dengan keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan, bersumber dari APBN/D/Des, serta natura atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
“Kami terus mendetailkan, kami sedang menyusun PMK dan menyusunnya itemnya. Basisnya, kami tetap menjaga keadilan dan kepantasan pada waktu kita memberikan treatment natura sebagai objek atau bukan di penerimaan natura tersebut,” tutur Suryo.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan kebijakan tentang pajak natura sebenarnya bukan merupakan hal baru dan sudah ada sejak dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Menurut Yustinus dalam UU HPP ini pemerintah ingin memberikan keadilan dalam pemungutan pajak natura.
“Ini untuk mereformasi keadilan dan kepantasan. Ini kan common sense. Pada daerah tertentu ini juga diatur dengan lebih baik buat dorong investasi,” kata Yustinus.