Wow, Vale Indonesia Tbk (INCO) Garap Proyek Jumbo Rp127,5 Triliun

Last modified date

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) tengah menggarap tiga proyek besar senilai total USD8,6 miliar atau setara Rp 127,5 triliun.

Megaproyek tersebut adalah smelter nikel Bahodopi di Sulawesi Tengah senilai USD2,3 miliar, smelter nikel Sorowako Limonite di Sulawesi Selatan senilai USD1,8 miliar, dan smelter Pomalaa di Sulawesi Tenggara sebesar USD4,5 miliar.

Manajemen Vale Indonesia dalam materi paparan publik yang dikutip pada Minggu (11/9/2022) mengungkapkan, smelter nikel Bahodopi akan menghasilkan 73 ribu ton nikel dalam FeNi.

Proyek ini diperkirakan menghabiskan investasi USD2,3 miliar tersebut untuk fasilitas pengolahan nikel Reduction Kiln-Electric Furnace (RKEF) dan tambang. Pengerjaan proyek tersebut akan berlangsung pada 2022-2025.

Di proyek Bahodopi, emiten berkode saham INCO tersebut akan bekerja sama dengan perusahaan asal Tiongkok Taiyuan Iron & Steel (Group) Co Ltd (Tisco) dan Shandong Xinhai Technology Co Ltd (Xinhai).

“Tahun ini menjadi tahun yang bersejarah, dan menjadi fase yang penting antara perseroan, Xinhai, dan Tisco, dengan disepakatinya penandatanganan perjanjian investasi Blok Bahodopi. Sehingga, pekerjaan di lapangan bisa dipercepat dan diharapkan segera rampung pada tahun 2025 sesuai dengan kontrak karya,” kata Direktur Utama Vale Indonesia Febriany Eddy dalam acara penandatangan kerja sama dan investasi untuk proyek Blok Bahodopi di Jakarta, baru-baru ini.

Tisco merupakan anak usaha dari Baowu yang merupakan salah satu BUMN terbesar di Tiongkok dan menjadi produsen baja terbesar di Tiongkok dan terbesar kedua di dunia dengan lebih dari 170.000 pekerja. Baowu dan TISCO memiliki komitmen rendah karbon yang selaras dengan tujuan dari Vale Indonesia.

Sementara itu, Xinhai merupakan produsen Nickel Pig Iron (NPI) terbesar di Tiongkok melalui 43 lini RKEF yang dioperasikan dan menguasai hampir 50% pangsa pasar NPI di Tiongkok. Hal ini dicapai dalam kurun waktu 12 tahun, sehingga perusahaan memiliki rekam jejak yang sangat baik dalam membangun proyek RKEF .

Xinhai sendiri membangun tanur listrik baru rata-rata setiap 18 bulan sampai dengan tahun 2014. Total aset lebih dari USD2,5 miliar pada tahun 2018 dengan mempekerjakan lebih dari 8.000 orang.

Febriany mengatakan, smelter nikel Bahodopi akan beroperasi dengan menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace ( RKEF ) dan energi rendah karbon, yakni gas alam cair (LNG). Pemanfaatan LNG itu menjadikannya sebagai pabrik pertama di Indonesia yang menggunakan energi tersebut.

Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto menjelaskan, perseroan bersama dengan mitra akan membentuk perusahaan patungan ( joint venture ) untuk menggarap proyek ini, dengan kepemilikan saham Vale mencapai 49%, dengan 51% sisanya dimiliki oleh Tisco dan Xinhai.

Nilai investasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek ini ditaksir mencapai lebih dari USD2 miliar. Sebanyak 70% dana yang dibutuhkan akan dipenuhi dari pinjaman, dan sisanya 30% dari ekuitas masing-masing mitra termasuk INCO.

Dari total investasi tersebut, lanjut Bernardus, sebanyak USD300 juta di antaranya akan dialokasikan untuk menurunkan emisi karbon. Penurunan emisi tersebut akan ditempuh melalui penggunaan pembangkit listrik tenaga gas.

Sementara itu, perwakilan dari Xinhai yakni Wan Wenlong mengungkapkan, kerja sama yang terjalin ini sangat penting bagi perusahaan. Xinhai juga merasa terhormat dapat bekerja sama dengan sekaligus menjadi pelaksana proyek.

“Ke depan, perusahaan akan terus berfokus untuk mengoptimalkan teknologi dan tetap berproses dengan tetap mengutamakan safety . Kami berharap, Pemerintah Indonesia dan semua departemen terkait dapat memberikan dukungan yang kuat untuk kelanjutan proyek,” kata dia.

Untuk proyek Sorowako Limonite, pabrik ini akan menghasilkan 60 ribu ton nikel dalam MHP (mixed hydroxide precipitate). Manajemen INCO menjelaskan bahwa dalam proyek yang bernama Sorowako Limonite Project tersebut, perseroan akan membangun pabrik, investasi pada tambang, dan juga fasilitas lainnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Nilai investasi pada proyek ini mencapai USD1,8 miliar.

Manajemen INCO juga menyebutkan, di proyek Sorowako ini perseroan akan memanfaatkan bijih Limonit. Maka dari itu, perseroan akan membangun pabrik dengan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang akan memiliki kapasitas produksi tahunan 60.000 ton nikel dalam MSP dan tanpa menggunakan batu bara sebagai sumber pembangkit listrik.

Seperti pada proyek-proyek yang sebelumnya, dalam membangun pabrik ini perseroan bekerja sama dengan Huayou. Perseroan juga berencana untuk menggandeng pabrikan mobil listrik global lainnya.

Vale Indonesia berencana menjalankan proyek ini sebagai pengganti komitmen investasi KK untuk meningkatkan ekspansi pabrik RKEF saat ini, karena hal ini lebih sejalan dengan visi Pemerintah untuk menggalakan investasi untuk mendukung ekosistem mobil listrik.

“Jumlah investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan juga akan jauh lebih besar, dengan demikian peningkatan ekonomi negara dan daerah juga akan jauh lebih besar. Selain daripada itu, proyek ini dapat membantu mengoptimalisasi pemanfaatan sumber daya alam nikel kita,” jelas manajemen perseroan.

Dengan mitra yang sama, perseroan juga akan membangun fasilitas pengolahan di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Pabrik yang dibangun akan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach ( HPAL ) dengan kapasitas produksi tahunan 120.000 ton Nikel dalam Mixed Hydroxide Precipitate (MSP). Pabrik ini akan memanfaatkan bijih limonit dari Blok Pomalaa yang akan dioperasikan sepenuhnya oleh Vale dengan cut-off grade 0,8% yang terendah di Indonesia untuk memaksimalkan konservasi mineral.

Dalam proyek ini, perseroan bersama dengan Huayou juga berkomitmen untuk tidak menggunakan batu bara sebagai sumber tenaga listrik sebagai sikap atas perubahan iklim yang terjadi. Vale dan Huayou masih dalam proses mendiskusikan rencana pembangunan fasilitas RKEF di Pomalaa untuk memanfaatkan bijih saprolit Blok Pomalaa.

Dalam proyek Sorowako dan Pomalaa, Vale Indonesia akan memiliki dan mengoperasikan 100% dari tambang. Sedangkan pabrik yang dibangun itu merupakan hasil joint venture antara perseroan dan Huayou dengan kepemilikan perseroan sebesar 30%.

Sementara itu pada 21 Juli 2022, perseroan kembali mendapatkan mitra baru, sebuah perusahaan otomotif asal Amerika Serikat yakni Ford Motor Company Co. Hal itu diwujudkan dalam penandatanganan Memorandum of Cooperation untuk membangun pabrik HPAL di Pomalaa dengan target kapasitas 120.000 T per tahun.

Dengan adanya mitra baru, susunan pemegang saham akhir di proyek tersebut yaitu Vale 30%, Huayou 53%, dan Ford 17%. Huayou akan melakukan konstruksi dan menjadi operator dari pabrik HPAL , sedangkan Vale akan menyuplai bijih limonit yang dibutuhkan. Target penyelesaian konstruksi di 2025. (emt)

Afditya Imam