Resesi Inflasi dan Perang Rusia-Ukraina Masih Menghantui di 2023
Bantuan triliunan dolar oleh pemerintah di seluruh dunia akibat wabah Covid-19 membuat masyarakat merasa aman dan nyaman dari inflasi yang rendah dan suku bunga yang rendah.
Namun, bantuan dan rasa nyaman tersebut telah berakhir dengan meredanya Covid-19. Ancaman resesi akibat inflasi dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina membayangi 2023.
Bantuan yang diberikan pemerintah membuat beberapa perusahaan di era pandemi tidak bangkrut, dan harga rumah tidak jatuh. Meskipun pandemi juga membuat pasokan dan jumlah permintaan mengalami penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saat pembatasan sosial berakhir pada 2021, ekonomi global mengalami pertumbuhan. Namun, industri belum siap merespons perubahan, perusahaan kekurangan tenaga kerja dan tidak dapat bangkit dengan cepat untuk memenuhi permintaan.
Pemulihan yang terlampau cepat juga membuat harga energi melonjak. Lonjakan harga energi semakin diperparah dengan aksi Rusia yang menginvasi Ukraina pada Februari lalu.
Invasi tersebut membuat Rusia menerima sanksi dari Barat terhadap eksportir utama minyak dan gas, sehingga membuat harga energi melonjak lebih tinggi lagi.
Selain itu, meroketnya harga pangan memperburuk kemiskinan dan penderitaan di negara-negara miskin, seperti Haiti, Sudan, Lebanon, dan Sri Lanka.
Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan akan ada 70 juta orang di seluruh dunia yang akan mengalami kelaparan sejak dimulainya perang Ukraina.
Untuk menghadapi ancaman serius tersebut, International Monetary Fund (IMF) telah memberlakukan kebijakan kenaikan suku bunga yang tajam untuk menurunkan permintaan dan menjinakkan inflasi.
IMF memperkirakan pada akhir 2023 inflasi global mengalami penurunan menjadi 4,7%, angka tersebut merupakan setengah dari level saat ini.
Tetapi rencana seperti itu terbukti sulit berhasil dalam menghadapi inflasi tinggi dengan berkaca pada masa lalu.
Kepala Federal Reserve AS Jerome Powell hingga Christine Lagarde dari Bank Sentral Eropa, mengatakan solusi kenaikan suku bunga mungkin terasa pahit.
Selain itu, perang Ukraina dan ketegangan antara China dan Barat semakin memperburuk kondisi dunia.
Prospek Oktober reguler IMF merupakan salah satu yang paling suram selama bertahun-tahun.
“Singkatnya, yang terburuk belum datang, dan bagi banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi,” ujarnya dilansir Reuters.