Michael Burry Yakin Saham Palantir ($PLTR) dan Nvidia ($NVDA) akan Jatuh
Michael Burry, investor jenius yang pernah sukses memprediksi kehancuran ekonomi dunia tahun 2008 (dan jadi tokoh utama film The Big Short) kembali membuat dunia keuangan heboh setelah memasang posisi senilai 1,1 miliar dolar AS bahwa harga saham dua perusahaan teknologi besar Palantir ($PLTR) dan Nvidia ($NVDA) akan turun.
Langkah ini membuat banyak orang penasaran, kenapa seseorang yang terkenal jenius dalam membaca pasar justru bertaruh melawan dua perusahaan yang sedang bersinar di era kecerdasan buatan (AI).
Burry membeli sesuatu yang disebut “put options”, yaitu instrumen keuangan yang memberi keuntungan jika harga saham turun.
Gambaran mudahnya seperti ini, bayangkan kamu yakin harga sepeda motor akan turun bulan depan. Kamu membuat perjanjian untuk bisa “menjual” motor itu dengan harga tinggi nanti. Jika benar harga motor turun, kamu untung besar. Tapi kalau ternyata harga malah naik, kamu rugi.
Nah, itulah yang sedang dilakukan Burry terhadap saham Palantir dan Nvidia. Ia yakin harga keduanya sudah terlalu tinggi dan akan jatuh dalam waktu dekat. Total nilainya fantastis sekitar 1,1 miliar dolar AS, atau Rp17 triliun.
Yang membuat kisah ini makin menarik, Palantir justru baru saja mengumumkan hasil keuangan yang luar biasa bagus.
Dalam laporan kuartal ketiga tahun 2025:
- Pendapatan dari bisnis komersial di Amerika Serikat naik 121%.
- Pendapatan total di AS melonjak 77%.
- Perusahaan mencapai “Rule of 40 score” sebesar 114, sebuah indikator bahwa pertumbuhan dan keuntungan mereka sama-sama kuat.
Akibatnya, harga saham Palantir langsung melonjak sekitar 20% setelah laporan itu keluar pada 4 November 2025.
Namun, di balik kabar baik ini, banyak analis mulai khawatir. Rasio harga terhadap laba (P/E ratio) Palantir mencapai 623, jauh di atas perusahaan besar lain seperti Google yang hanya sekitar 27. Artinya, harga saham Palantir bisa dibilang sangat mahal dibandingkan dengan keuntungan nyata yang dihasilkannya.
Alex Karp, CEO eksentrik Palantir, tak tinggal diam. Ia menyerang balik dengan ucapan yang cukup keras. Dalam sebuah wawancara, Karp menyebut tindakan Burry “bats-t crazy” alias gila total. Ia menuduh Burry mencoba memanipulasi pasar dan mengatakan bahwa setiap kali ada orang bertaruh melawan Palantir, timnya justru semakin bersemangat untuk membuktikan mereka salah.
Menurut Karp, Palantir bukan perusahaan biasa. Ia menegaskan bahwa Palantir sudah membuktikan diri di dunia bisnis dan pemerintahan lewat solusi data dan kecerdasan buatan yang dipakai oleh berbagai lembaga besar, termasuk militer AS.
Kalau disederhanakan, Burry sedang bertaruh bahwa “gelembung AI” akan meledak, sementara Karp percaya justru baru saja dimulai.
Palantir memang mencatat pertumbuhan menakjubkan, tapi harga sahamnya kini sudah jauh di atas rata-rata. Bagi investor kecil, ini bisa berarti dua hal:
- Jika pertumbuhan Palantir terus berlanjut, harga sahamnya bisa melonjak lebih tinggi.
- Tapi kalau ada sedikit saja kekecewaan di laporan keuangan berikutnya, harga bisa anjlok cepat karena ekspektasi yang terlalu tinggi.
Michael Burry melihat tanda-tanda bahaya di tengah euforia pasar teknologi, sementara Alex Karp percaya Palantir masih akan mendominasi era kecerdasan buatan.
Siapa yang benar? Tak ada yang tahu pasti. Tapi satu hal jelas, pasar saham bukan hanya soal angka, tapi juga soal keyakinan, ego, dan keberanian mengambil risiko.
Burry sedang bertaruh besar bahwa “raja AI” akan jatuh, sedangkan Karp justru berteriak ke dunia bahwa Palantir akan membuktikan dirinya tak terkalahkan.
Kini, semua mata tertuju pada siapa yang akan menang di babak berikutnya, sang penantang legendaris atau sang pemimpin AI yang sedang di puncak kejayaan.
