Balas Dendam Jepang: Kuasai “Dapur” Chip Global
Setelah tiga dekade kehilangan mahkotanya di industri semikonduktor, Jepang kini melancarkan strategi industri ambisius yang dinilai “sunyi namun mematikan”.
Alih-alih bertarung langsung melawan raksasa pabrikan chip seperti TSMC (Taiwan) dan Samsung (Korea Selatan), Jepang secara sistematis membeli kembali dan mengkonsolidasikan aset-aset hulu (upstream) fondasi vital yang dibutuhkan semua negara untuk memproduksi chip.
Langkah ini, yang didukung penuh oleh dana negara, bertujuan mengubah Jepang dari produsen chip yang terlupakan menjadi pemasok utama yang tak tergantikan di panggung geopolitik global.
Dari Raja Menjadi Pengekor
Pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an, perusahaan-perusahaan Jepang seperti NEC, Toshiba, dan Hitachi menguasai sekitar 50% pasar semikonduktor dunia. Namun, tekanan dagang dari Amerika Serikat serta kebangkitan pesaing berbiaya rendah di Taiwan dan Korea Selatan membuat dominasi Jepang runtuh.
Kini, pangsa pasar Jepang di industri chip global telah anjlok drastis ke angka sekitar 10%.
Strategi Baru: “Kuasai Bahan Bakunya”
Menyadari ketertinggalannya, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang merombak total strategi mereka. Di bawah Undang-Undang Promosi Keamanan Ekonomi 2022, semikonduktor dinyatakan sebagai kepentingan vital nasional.
Alih-alih membangun pabrik tercanggih (foundry) untuk bersaing langsung, sebuah pertarungan yang memakan biaya triliunan dolar, Jepang fokus pada apa yang sudah mereka kuasai: rantai pasokan hulu.
“Jika Anda tidak bisa menjadi koki nomor satu di dunia,” begitu kira-kira moto baru mereka, “jadilah satu-satunya pemasok bahan-bahan dan peralatan masak terbaik yang dibutuhkan oleh semua koki.”
Dana investasi yang didukung negara, Japan Investment Corp (JIC), menjadi ujung tombak dalam misi “beli kembali” aset-aset strategis ini.
Manuver Akuisisi Aset Kritis
Strategi ini dieksekusi melalui serangkaian akuisisi dan subsidi besar-besaran di empat area utama:
Bahan Kimia Inti (Photoresist): Pada Juni 2023, JIC mengambil langkah mengejutkan dengan mengakuisisi JSR Corporation senilai $6,4 miliar. JSR adalah salah satu pemimpin dunia dalam produksi photoresist—bahan kimia super-sensitif cahaya yang mutlak diperlukan untuk proses “pencetakan” sirkuit ke atas chip. Dengan akuisisi ini, Jepang secara efektif menasionalisasi salah satu “bahan ajaib” paling kritis dalam industri.
Wafer Silikon (Fondasi Chip): Jepang sudah mendominasi pasar ini. Dua perusahaannya, Shin-Etsu Chemicaldan Sumco, menguasai sekitar setengah dari pasokan “piringan” wafer silikon murni global. Pemerintah kini menyuntikkan subsidi masif, termasuk 75 miliar yen (sekitar Rp 7,9 triliun) kepada Sumco, untuk memastikan kapasitas produksi mereka di dalam negeri terus mendominasi.
Peralatan Produksi (Peralatan Masak): Di sinilah letak monopoli sunyi Jepang. Perusahaan seperti Tokyo Electron menguasai 90% pasar alat pelapis (coater) photoresist. Sementara Lasertec memegang monopoli 100% pada mesin inspeksi yang dibutuhkan untuk chip generasi terbaru (EUV). Tanpa alat-alat dari Jepang ini, pabrik TSMC dan Samsung tidak dapat beroperasi.
Pengemasan Canggih (Packaging): Pada Desember 2023, JIC kembali bergerak, memimpin konsorsium untuk membeli Shinko Electric Industries. Shinko adalah pemain kunci dalam teknologi pengemasan canggih proses vital untuk merakit berbagai chip kecil (chiplet) menjadi satu prosesor yang kuat.
Dampak Geopolitik
Dengan mengendalikan bahan baku, fondasi, dan peralatan, Jepang menempatkan dirinya pada posisi yang sangat kuat. Analis menilai, langkah ini memberi Jepang daya tawar (leverage) yang luar biasa.
Jika ketegangan geopolitik meningkat, Jepang memiliki “tombol” untuk mengendalikan pasokan global. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan keamanan ekonomi mereka sendiri, sekaligus mengingatkan dunia bahwa untuk membuat chip paling canggih sekalipun, mereka semua masih sangat bergantung pada teknologi dan material dari Jepang.
