Mengapa Endowment Harvard Memegang Lebih Banyak Bitcoin ETF Daripada Saham Google

Last modified date

Pada akhir kuartal ketiga tahun 2025, endowment Harvard University yang dikelola oleh Harvard Management Company (HMC) mengungkapkan perubahan struktur portofolio yang signifikan melalui laporan Form 13F kepada U.S. Securities and Exchange Commission (SEC).

Dengan total dana kelolaan sekitar USD 57 miliar, HMC tercatat memegang unit iShares Bitcoin Trust (IBIT) ETF Bitcoin spot yang diterbitkan oleh BlackRock dengan nilai mencapai USD 442,8 juta pada puncaknya, sebelum terkoreksi menjadi sekitar USD 364 juta akibat penurunan harga Bitcoin di bawah USD 100.000.

Nilai ini secara mencolok melampaui kepemilikan saham Alphabet Inc., induk perusahaan Google, yang hanya berada di kisaran USD 114 juta pada kuartal sebelumnya dan kembali dipangkas sekitar 10 persen pada kuartal kedua 2025.

Fenomena ini menandai perubahan paradigma dalam strategi investasi endowment institusional berskala besar. Jika selama beberapa dekade saham teknologi raksasa menjadi tulang punggung pertumbuhan nilai endowment, maka pada 2025 terlihat pergeseran yang mengarah pada integrasi aset digital sebagai komponen baru dalam portofolio jangka panjang.

Secara historis, endowment Harvard dikenal memiliki struktur alokasi aset yang sangat berat pada instrumen non-ekuitas publik.

Porsi saham publik secara konsisten berada di bawah 15 persen, sementara sisanya tersebar pada private equity, hedge funds, real estate, dan strategi absolut return. Dalam konteks ini, lonjakan kepemilikan IBIT sebesar 257 persen dari kuartal sebelumnya bukanlah keputusan taktis jangka pendek, melainkan refleksi dari kebijakan diversifikasi struktural.

Bitcoin dipandang sebagai “emas digital” yang memiliki sifat kelangkaan matematis, ketahanan terhadap inflasi moneter, serta korelasi yang relatif rendah dengan saham teknologi, sehingga berfungsi sebagai lindung nilai terhadap risiko makroekonomi dan geopolitik global.

Di tengah meningkatnya tekanan fiskal Amerika Serikat, ketidakpastian geopolitik global, serta siklus pelonggaran moneter yang berulang, aset berbasis kelangkaan seperti emas dan Bitcoin menjadi instrumen yang semakin relevan bagi investor institusional. Kenaikan bersamaan kepemilikan IBIT dan SPDR Gold Shares dalam laporan Harvard menunjukkan bahwa strategi lindung nilai menjadi orientasi utama kebijakan alokasi tahun 2025.

Selain faktor diversifikasi, pertimbangan potensi pertumbuhan juga menjadi pendorong utama keunggulan Bitcoin dibanding saham Alphabet. Secara historis sejak 2015, Bitcoin menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan yang secara signifikan melampaui saham teknologi mapan.

Meskipun volatilitasnya tinggi, profil return Bitcoin menawarkan peluang penciptaan alpha yang jauh lebih besar dibanding perusahaan dengan kapitalisasi besar dan pertumbuhan yang mulai melambat. Pada 2025, ketika valuasi Alphabet berada pada rasio forward earnings yang tinggi di tengah tekanan regulasi antimonopoli dan kompetisi kecerdasan buatan, prospek pertumbuhan jangka panjangnya menjadi relatif lebih terbatas dibanding potensi ekspansi Bitcoin dalam siklus institusional berikutnya.

Pemangkasan bertahap kepemilikan Alphabet oleh Harvard sejak kuartal pertama hingga kuartal ketiga 2025 juga mencerminkan strategi rebalancing risiko konsentrasi. Dominasi saham Big Tech dalam indeks global menciptakan eksposur sistemik yang berbahaya bila terjadi koreksi serentak akibat bubble sektor kecerdasan buatan. Dalam konteks tersebut, Bitcoin diposisikan sebagai aset non-korelasi yang tetap dapat memberikan kontribusi terhadap target return jangka panjang endowment sebesar 8–10 persen per tahun.

Faktor regulasi turut memainkan peran krusial dalam keputusan ini. Sebelum 2024, akses institusi besar terhadap Bitcoin secara langsung menghadapi hambatan serius, terutama terkait kustodian aset, risiko teknis, serta ketidakpastian hukum. Namun persetujuan ETF Bitcoin spot oleh SEC mengubah struktur risiko secara fundamental. Melalui IBIT, Harvard memperoleh eksposur Bitcoin secara langsung melalui sistem perbankan dan kustodian resmi, dengan biaya rendah dan transparansi tinggi. Dalam perspektif tata kelola dana publik, ETF memberi tingkat legitimasi yang jauh lebih tinggi dibanding kepemilikan aset kripto secara langsung.

Perubahan strategi ini juga selaras dengan tren global. Dana pensiun pemerintah, sovereign wealth fund Timur Tengah, serta endowment universitas lain mulai meningkatkan eksposur mereka terhadap ETF Bitcoin dalam skala bertahap. Dengan demikian, keputusan Harvard tidak dapat dipahami sebagai langkah spekulatif individual, melainkan sebagai bagian dari perubahan struktural dalam arsitektur keuangan global yang mulai mengintegrasikan aset digital ke dalam kerangka pengelolaan dana jangka panjang.

Dominasi kepemilikan IBIT atas saham Alphabet dalam portofolio publik endowment Harvard mencerminkan transformasi mendalam dalam paradigma pengelolaan kekayaan institusional. Bitcoin tidak lagi diposisikan semata sebagai instrumen spekulatif, melainkan sebagai komponen strategis dalam perlindungan nilai, pertumbuhan jangka panjang, dan diversifikasi sistemik.

Meskipun alokasinya masih berada di bawah satu persen dari total dana kelolaan, nilai simboliknya sangat besar sebagai sinyal bahwa era integrasi aset digital ke dalam keuangan institusional telah memasuki fase matang.

Afditya Imam