Alternatif Energi untuk Penambangan Bitcoin

Last modified date

Potensi penggunaan energi panas bumi untuk penambangan bitcoin kini semakin banyak diteliti. Bitcoin adalah sistem pembayaran digital masa depan, berfungsi sebagai dasar untuk transaksi yang cerdas dan aman. Namun tetap saja, penambangan bitcoin menghabiskan banyak energi, membuat bitcoin dianggap kurang menguntungkan dan tidak berkelanjutan. Terutama soal biaya dan konsumsi daya.

Sehingga energi panas bumi dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dalam penambangan bitcoin. Terlepas dari banyaknya sumber energi alternatif yang tersedia bagi penambang bitcoin untuk tujuan penambangan, menurut CEO YG Strategic Yossy Girsang energi panas bumi adalah salah satu pilihan yang sangat hemat biaya dan ramah lingkungan. Meskipun energi panas bumi tidak sepenuhnya bebas dari masalah, seperti isu geo-seismik dalam jangka panjang, namun sumber energi ini masih tetap merupakan pilihan yang lebih baik.

Energi panas bumi berasal dari bawah permukaan bumi. Energinya dapat diperbarui dan ditemukan jauh di dalam batuan cair panas bumi, magma. Para ilmuwan menemukan bahwa suhu inti dalam Bumi kira-kira 6.000 derajat Celcius (°C), yang memiliki potensi sangat besar jika dapat dimanfaatkan. Suhu di mantel bumi berkisar dari sekitar 200°C di batas atas dengan kerak sampai sekitar 4.000°C di batas inti mantel.

Dari studi yang dipublikasikan oleh Journal of Economics and Economic Education Research , banyak negara telah menemukan metode untuk memanfaatkan energi panas bumi. Sumber energi ini telah digunakan di lebih dari 20 negara di seluruh dunia. El Salvador adalah negara pertama yang menerima bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah, seperti halnya dolar AS yang sebelumnya merupakan satu-satunya mata uang resmi negara tersebut.

El Salvador dapat menghasilkan listrik melalui proyek pembangkit listrik tenaga air, surya, angin, dan pasang surut air laut. Pemerintah El Salvador telah mulai menambang bitcoin menggunakan energi panas bumi dari pabrik di gunung berapi Tecapa, 106 kilometer sebelah timur ibu kota. Pembangkit tersebut menghasilkan sekitar 102 megawatt, dimana mereka berencana untuk menambah lima megawatt lagi pada tahun 2020 ini. Pada 2021, ada 1,5 megawatt listrik yang dihasilkan, disisihkan untuk menambang bitcoin.

Amerika Serikat adalah konsumen energi panas bumi terbesar. “The Geyser” di California adalah ladang energi panas bumi terbesar di dunia, yang membentang seluas 117 kilometer persegi, yang terdiri dari 22 pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang sekitar 1,5 GW. Energi panas bumi, menurut Elon Musk, berpotensi menjadi sumber energi signifikan, dan dapat juga digunakan untuk penambangan bitcoin.

Penambangan Bitcoin membutuhkan listrik dalam jumlah besar. Saat ini, listrik dalam jumlah besar ini hanya dapat dihasilkan dari sumber energi bahan bakar fosil. Dalam jangka panjang, tentu hal ini berbahaya bagi lingkungan dan berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Sehingga, menambang bitcoin dengan energi panas bumi dapat menjadi alternatif yang ramah lingkungan. Energi panas bumi juga dapat membantu menurunkan jejak karbon pada penambangan bitcoin, karena bersumber dari gunung berapi atau sumber air panas yang dapat digunakan 24 jam, 7 hari non stop, sepanjang tahun sesuai dengan sistem teknologi blockchain yang terus berjalan tanpa berhenti untuk pemeliharaan.

Konsumsi Energi untuk Penambangan Bitcoin
Kegiatan dalam menambang bitcoin berkaitan dengan analisa dan verifikasi transaksi bitcoin dan menyimpannya ke dalam daftar rantai blok (blockchain) publik. Bitcoin yang baru dihasilkan dari proses memecahkan rumus atau teka-teki matematika yang sulit dan rumit dengan komputer. Karena mata uang digital ini dibuat pada jaringan terdesentralisasi, bitcoin harus ditambang terlebih dahulu sebelum dapat digunakan.

Penambang menganalisis transaksi ini melalui rantai blok Bitcoin menggunakan perangkat komputer bertenaga tinggi dengan kemampuan komputasi yang sangat tinggi. Rantai blok ini ditentukan oleh sejumlah besar program algoritma yang sangat canggih.

Dibutuhkan perangkat lunak penambangan yang beroperasi setiap 10 menit untuk menyelesaikan program yang rumit dan membuat satu blok. Jika berhasil, para penambang akan memperoleh reward berupa bitcoin yang nantinya dapat ditukar ke mata uang negara untuk membiayai proses penambangan.

Artinya, agar untung, maka jumlah bitcoin yang diperoleh dalam waktu sehari harus bernilai lebih tinggi dibanding biaya yang dikeluarkan untuk proses penambangan. Jika tidak, maka penambang akan rugi, dan mereka akan memberhentikan proses penambangan. Itulah mengapa, harga bitcoin akan selalu terjaga di level di mana para penambang tidak rugi. Karena jika rugi, komputer untuk menambang akan dimatikan, yang menyebabkan sistem blockchain akan semakin lambat dan bahkan bisa terhenti.

“Itulah mengapa hashrate sangat penting dalam penambangan. Istilah hashrate mengacu kepada kecepatan komputer untuk melakukan perhitungan hashing. Semakin tinggi kekuatan hashing, semakin aman jaringan,” ungkap Yossy Girsang. “Namun, tingkat hash yang lebih tinggi juga memerlukan sumber daya yang lebih kuat. Kekuatan hashing Bitcoin dapat dihitung berdasarkan jumlah blok yang ditambang dan tingkat kesulitan blockchain,” tambahnya.

Penambangan Cryptocurrency mengeluarkan 35,95 juta ton CO2 per tahun, menurut informasi dari CNBC. Ini hampir sama dengan total konsumsi listrik di Selandia Baru. Perlu dicatat bahwa satu Bitcoin dapat menghasilkan 200 kg CO2.

Bitcoin dengan harga lebih tinggi akan mengonsumsi lebih banyak energi. Disinilah potensi isu keberlanjutan muncul. Limbah listrik yang dihasilkan oleh industri pertambangan Bitcoin dapat merusak lingkungan dengan berbagai cara.

Menurut studi University of Cambridge, 76% penambang cryptocurrency menggunakan beberapa bentuk energi terbarukan untuk menggerakkan sistem penambangan mereka Dibutuhkan agar penambangan bitcoin beralih menjadi 39% energi terbarukan. Lebih dari 20 negara di seluruh dunia menggunakan energi panas bumi untuk proses pemanasan greenhouse, menghasilkan listrik, dan keperluan lainnya. El Salvador adalah negara pertama yang berkomitmen untuk gunakan energi panas bumi sebagai sumber utama penambangan cryptocurrency.

Energi Panas Bumi vs. Sumber Energi Konvensional, Analisis Biaya-Manfaat
Ketika biaya modal, operasi, dan pemeliharaan dipertimbangkan, pompa panas bumi memiliki biaya life cycle terendah, sekitar 15% lebih rendah dari alternatif energi lain yang dianggap menarik. Energi panas bumi juga menguntungkan konsumen dan perekonomian negara. Pembangkit listrik panas bumi memberikan daya yang konsisten, dapat selalu aktif beroperasi’, dengan faktor kapasitas mulai dari 60% hingga lebih dari 90% tergantung pada kondisi lokasi dan desain. Desain pertukaran panas bumi juga memiliki biaya operasi terendah di industri, menurut Airconditioning, Heating, and Refrigeration Institute.

Pembangkit listrik panas bumi dapat menghasilkan antara 0,0035 dan 2 terawatts listrik, menurut data saat ini, sehingga dapat diandalkan dan mandiri. Tidak seperti sumber daya hijau lainnya yang mengandalkan sinar matahari dan angin, panas bumi dapat beroperasi 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Energi panas bumi terutama digunakan untuk menghasilkan listrik. Tidak seperti sumber energi lainnya, energi panas bumi dapat dengan mudah dianalisis, dan operator dapat secara akurat memprediksi output daya.

Namun, ada masih ada kelemahan dalam menggunakan energi panas bumi sebagai sumber tenaga utama untuk penambangan bitcoin. Tantangan terberat industri pertambangan adalah keterbatasan geografis energi panas bumi. Pembangkit energi panas bumi dapat dibangun jauh dari gunung berapi atau di daerah di mana energi sudah tersedia. Namun energi tersebut tidak dapat diangkut atau dikirim ke lokasi lain setelah disimpan.

Selain itu, banyak negara hanya memiliki sedikit gunung berapi, mata air panas, atau titik akses energi panas bumi lainnya. Meskipun energi panas bumi ramah lingkungan dan tidak mengeluarkan gas berbahaya, namun masih ada gas beracun yang dapat muncul di permukaan bumi dan berdampak pada efek rumah kaca dan atmosfer sekitarnya.

Walaupun masih lebih rendah dibandingkan gas beracun yang dikeluarkan oleh bahan bakar fosil. Karena energi panas bumi berasal dari dalam Bumi, maka sangat berisiko memicu gempa bumi dan letusan gunung berapi. Lempeng bumi rapuh dan dapat menyebabkan gempa bumi. Untuk membuka energi panas bumi, maka air perlu dipaksa untuk dimasukkan ke kerak bumi.

Salah satu masalah utama yang dihadapi operator adalah tingginya biaya energi panas bumi. Mengeksploitasi energi panas bumi sangat mahal. Dengan kapasitas 1 MW, biayanya antara 2 hingga 7 juta dolar AS, sehingga dikategorikan sebagai investasi dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Energi panas bumi juga dapat membebani perangkat penambangan bitcoin, dan dibutuhkan pemeriksaan yang lebih sering agar perangkat tidak rusak. Memeriksa perangkat ini dan menggantinya saat rusak juga bisa mahal.

Dari analisa di atas, dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian energi panas bumi, dapat disimpulkan bahwa energi panas bumi ternyata memiliki lebih banyak keuntungan daripada kerugian. Energi Panas Bumi berpotensi menjadi hal besar berikutnya dalam penambangan bitcoin.

Afditya Imam