OpenAI, Dari “Taman Bermain Gratis” Menuju “Mal Eksklusif” Dunia AI

Last modified date

Ketika Elon Musk ikut mendirikan OpenAI pada tahun 2015, ia menggambarkan visi yang sangat idealis, menciptakan kecerdasan buatan yang aman, transparan, dan bisa diakses oleh seluruh umat manusia. Ia menyebut proyek itu seperti “taman bermain gratis untuk dunia”, tempat semua orang bisa belajar dan berinovasi tanpa batasan keuntungan pribadi.

Pada masa awal, OpenAI didirikan sebagai organisasi non-profit, dengan tujuan utama mengembangkan AI demi kebaikan bersama. Musk menegaskan bahwa tidak ada pendiri atau pejabat yang boleh mengambil keuntungan finansial. Ia juga menamai perusahaan itu “OpenAI”, dengan filosofi “open” berarti terbuka untuk semua orang. Segala bentuk penelitian, kode, dan penemuan akan dibagikan secara publik, transparan seperti proyek open-source lainnya. Misinya jelas, menjadi penyeimbang bagi dominasi Google, yang saat itu dianggap terlalu tertutup dan berorientasi pada keuntungan.

Namun, dalam perjalanan waktu, visi tersebut berubah arah. Musk kini menuduh OpenAI mengkhianati janji pendiriannya sendiri. Perusahaan yang dulu nirlaba itu kini bertransformasi menjadi entitas for-profit dengan fokus utama mengejar keuntungan komersial. Teknologi yang dulu dijanjikan terbuka kini dikunci rapat-rapat. Sistem model terbaru seperti GPT-4 tidak lagi bisa diakses atau diteliti secara bebas, kode dan algoritmenya menjadi rahasia perusahaan. Musk bahkan menyindir bahwa keamanan OpenAI kini “lebih ketat dari Fort Knox,” tempat penyimpanan emas Amerika Serikat.

Menurut Musk, perubahan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap tujuan semula. Ia merasa telah membantu membangun proyek untuk kemanusiaan, namun kini melihatnya berubah menjadi mesin pencetak uang bagi segelintir orang. Ia menilai OpenAI kini tidak lagi menjadi pelindung dunia dari ancaman AI, tetapi justru menjadi bagian dari risiko itu sendiri, karena kekuatan teknologi besar kini dikendalikan oleh pihak tertutup.

Dengan nada sarkastik, Musk melontarkan candaan yang menyindir tajam: “Closed for Maximum Profit AI.” Kalimat itu adalah sindiran langsung terhadap nama aslinya. “Closed” menggantikan “Open,” sementara “Maximum Profit” menegaskan ironi misi nirlaba yang berubah menjadi pengejaran keuntungan. Candaan itu kini menjadi simbol kekecewaannya, bahwa taman bermain yang dulu ia bantu bangun, kini telah berubah menjadi mal eksklusif dengan tiket masuk yang hanya bisa dibeli oleh mereka yang mampu membayar mahal.

Afditya Imam