6 Pelajaran Bisnis dari Crazy Rich Surabaya Hermanto Tanoko
Pebisnis ulung Hermanto Tanoko membagikan tips pelajaran bisnis bagi pengusaha-pengusaha terutama yang pemula.
Ia kini mengelola ratusan brand di bawah bendera Tancorps Group. Siapa sangka, pengusaha yang kerap dianggap crazy rich Surabaya ini telah belajar bisnis dari orangtuanya sejak usia lima tahun.
Hermanto membagikan pengalaman bisnisnya yang sangat berharga, dan relevan untuk diikuti pengusaha-pengusaha kecil yang hendak mengembangkan bisnisnya.
Tidak Berfoya-Foya Sebelum Sukses
Hermanto menceritakan bahwa ibunya pernah membeli ayam untuk dimasak opor sebagai hidangan makan malam keluarga. Saat itu, kondisi keuangan keluarga Tanoko masih jauh dari kata aman.
Sehari-hari, Hermanto dan saudara-saudara terbiasa makan nasi jagung dengan lauk sederhana. Namun pada suatu malam, sang ibu memutuskan untuk memasak ayam. Ketika sang ayah pulang, rupanya Sutikno Tanoko malah enggan menyentuh masakan itu.
“Waktu papa pulang, papa lihat di meja makan ada ayam, bukannya gembira tapi ngomong ‘Sekarang ini kita belum saatnya makan ayam’, masakan itu tidak dimakan. Ini satu pelajaran dari papa yang tidak mungkin terlupakan,” tutur Hermanto.
Sutikno Tanoko juga konsisten berhemat untuk mengatur keuangan usaha. Ia lebih memilih naik bus dibanding menyewa mobil dalam perjalanan bisnisnya.
Kreatif dan Rajin Berinovasi
Sutikno memulai Avian dengan 18 karyawan saja. Saat itu sang ayah menyewa lahan untuk membuka toko cat, menjual cat impor. Sutikno yang terkenal dengan reputasi yang baik, dipercaya oleh rekan-rekan importirnya untuk konsinyasi cat.
Hermanto mengaku kreatifitas sang ayahlah yang membuat toko cat keluarganya banjir pelanggan. “Cat impor itu kan cuma 12 warna. Nah, papa itu berani membuka semua untuk belajar mencampur cat dan menciptakan warna baru,” lanjutnya.
Sutikno bereksperimen dan riset untuk menciptakan peluang pasar sendiri, dan berkat kreatifitasnya dalam mencampur cat itu, Sutikno sanggup memenuhi permintaan cat secara eceran. Mulai dari 1 ons, 2 ons, sampai 1 kilo.
“Dijual eceran. Semua dilayani. Senang orang-orang, jaman itu kan kalau butuhnya dikit tapi belinya satu kilo lalu warnanya enggak sama kan harus dicat total. Papa bisa melayani semua warna yang ada. Itu yang membuat toko cat tumbuh sangat cepat,” jelasnya.
Tidak Menggunakan Modal dari Bank untuk Memulai Usaha
Salah satu pelajaran berharga yang dibagikan Hermanto adalah tidak meminjam modal dari bank untuk merintis usaha pada masa-masa awal bisnis dibuka dan berjalan. Sebab saat baru beroperasi, pengusaha tidak akan bisa menjamin pendapatan yang konsisten.
“Kalau mau start bisnis, jangan pakai uang bank. Kita punya perhitungan yang menguntungkan, tapi kenyataan kan belum tentu. Jadi kalau sudah sejak awal you sudah dibebani cicilan pokok dan bunga, kan berat?” jelas Hermanto.
Ia menyarankan agar pengusaha mengembangkan bisnisnya terlebih dahulu sampai terbukti mampu mencetak keuntungan yang terjamin, sampai usaha itu siap untuk dipercepat pengembangannya. Barulah pada tahap ini pengusaha dapat mencari suntikan dana dari pihak ketiga.
“Setelah bank masuk bisnis kan semakin besar. Butuh uang lagi dari bank ya silakan, dengan revenue yang cepat itu aman. Sebab modal dari keuntungan bisnis saja tidak cukup untuk membesarkan usaha,”
Kemudian seiring bisnis kian berkembang, keuntungan yang didapat akan semakin besar, sampai akhirnya perolehan keuntungan yang didapat bisa digunakan untuk mendanai perluasan dan pengembangan.
“Kalau sudah begitu, kan sudah mampu juga bayar cicilan. Lama-lama habis utangnya. Ini satu periode dan siklus yang sehat. Ini menjaga reputasi yang baik. Kami sangat jaga reputasi, waktu krisis apa pun kami enggak pernah sampai harus negosiasi dengan bank,”
Tidak Serakah
Hermanto mengaku pernah mengalami kegagalan pada 1988. Sebabnya, karena ia nekat investasi ke banyak bidang yang ia sendiri belum menguasai seluk-beluknya. Ia pernah investasi ke pabrik disket, ke perusahaan resin di Korea, impor mesin dari Jepang untuk membuat kayu-kayu model Jepang, dan impor mesin kulit dari China.
“Jadi dalam waktu bersamaan, di bidang yang beda-beda. Itu mati, lah. Begitu pabrik sudah jadi, pusing sendiri. Kami bersemangat mengembang bisnis, tapi susah karena tidak berpengalaman,” jelas Hermanto.
Jadi, fokus pada lini bisnis yang industri dan kondisi pasarnya telah dikuasai lebih baik daripada nekat menjajal bisnis pada banyak bidang namun tidak mengetahui seluk-beluknya.
“Hikmah yang saya ambil adalah jangan terlalu serakah. Jangan masuk ke segala bidang yang kita tidak mengerti. Persaingan semakin ketat meskipun peluangnya semakin besar. Kita harus fokus pada bidang yang kita kuasai, agar pertumbuhannya sehat,”
Dari situlah, Hermanto fokus pada industri cat selama beberapa tahun. Ia baru masuk ke bidang-bidang lain setelah beberapa belas tahun mengelola pabrik catnya.
Memilih SDM Berintegritas
SDM berintegritas dan pemimpin-pemimpin yang berkualitas adalah kunci perkembangan bisnis yang pesat dan sehat. Hermanto sendiri terbilang ketat saat menyeleksi orang untuk memimpin anak-anak usahanya.
Pilih Produk dan Jasa yang Bermanfaat
“Setiap melakukan usaha, coba pikirkan apa yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Kalau you selalu memikirkan itu, kita akan punya diferensiasi yang berbeda dan sangat bermanfaat, tinggal waktu untuk sukses,” jelas Hermanto.
Namun, pengusaha pun harus konsisten mengembangkan bisnisnya. Kesuksesan tidak dicapai dalam semalam. Pengusaha harus tahan banting dan sanggup merugi, sekaligus tahu cara berinvestasi dengan benar agar bisnis perusahaan terpelihara.
“Saya itu merugi lima tahun saat memulai Cleo. Lima tahun itu kerja sampai malam. Sudah rugi, masih invest terus untuk bangun pabrik. Saya harus yakinkan istri (direktur) agar terus investasi. Sampai akhirnya Cleo bertahan dan bisa IPO,” katanya. (cnbc)