RASIO ASET EMITEN YANG WAJAR

Last modified date

Rasio aset emiten yang wajar tergantung pada jenis industri, model bisnis, dan kondisi pasar. Namun, beberapa rasio keuangan berbasis aset sering digunakan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan dan menentukan apakah aset mereka dikelola dengan efisien. Berikut adalah beberapa rasio aset utama, nilai yang dianggap wajar, dan interpretasinya:


1. Rasio Aset terhadap Utang (Asset-to-Debt Ratio)

  • Rumus: Rasio Aset terhadap Utang=Total AsetTotal Liabilitas\text{Rasio Aset terhadap Utang} = \frac{\text{Total Aset}}{\text{Total Liabilitas}}
  • Patokan Wajar:
    • Umumnya, rasio ini >1, yang berarti aset perusahaan cukup untuk menutupi utang.
    • Rasio 2 atau lebih menunjukkan perusahaan memiliki aset dua kali lebih besar dari liabilitasnya, yang dianggap sehat.
  • Interpretasi:
    • Rasio tinggi: Stabilitas keuangan tinggi, tetapi bisa mengindikasikan perusahaan kurang memanfaatkan leverage (tergantung industri).
    • Rasio rendah (<1): Risiko gagal bayar lebih tinggi, karena utang melebihi aset.

2. Return on Assets (ROA)

  • Rumus: ROA=Laba BersihTotal Aset×100%\text{ROA} = \frac{\text{Laba Bersih}}{\text{Total Aset}} \times 100\%
  • Patokan Wajar:
    • ROA 2%–10% dianggap wajar untuk kebanyakan industri.
    • Perusahaan teknologi atau layanan biasanya memiliki ROA lebih tinggi dibanding perusahaan yang membutuhkan aset besar seperti manufaktur atau energi.
  • Interpretasi:
    • ROA tinggi: Aset dikelola secara efisien untuk menghasilkan laba.
    • ROA rendah: Efisiensi aset rendah atau mungkin ada aset tidak produktif.

3. Rasio Aset Lancar terhadap Aset Total

  • Rumus: Rasio Aset Lancar terhadap Aset Total=Aset LancarTotal Aset×100%\text{Rasio Aset Lancar terhadap Aset Total} = \frac{\text{Aset Lancar}}{\text{Total Aset}} \times 100\%
  • Patokan Wajar:
    • Bergantung pada industri, rasio ini biasanya 20%–50%.
    • Perusahaan yang membutuhkan likuiditas tinggi, seperti ritel atau perdagangan, cenderung memiliki rasio lebih besar.
  • Interpretasi:
    • Rasio tinggi: Perusahaan lebih likuid dan dapat dengan mudah memenuhi kewajiban jangka pendek.
    • Rasio rendah: Sebagian besar aset tidak likuid, yang bisa menjadi risiko jika kewajiban jangka pendek tinggi.

4. Rasio Perputaran Aset (Asset Turnover Ratio)

  • Rumus: Rasio Perputaran Aset=PendapatanTotal Aset\text{Rasio Perputaran Aset} = \frac{\text{Pendapatan}}{\text{Total Aset}}
  • Patokan Wajar:
    • 0,5–2 kali per tahun untuk kebanyakan industri.
    • Perusahaan ritel mungkin memiliki rasio lebih tinggi, sementara perusahaan utilitas atau properti cenderung lebih rendah.
  • Interpretasi:
    • Rasio tinggi: Aset digunakan secara efisien untuk menghasilkan pendapatan.
    • Rasio rendah: Kemungkinan aset tidak produktif atau ada inefisiensi operasional.

5. Rasio Utang terhadap Aset (Debt-to-Asset Ratio)

  • Rumus: Rasio Utang terhadap Aset=Total LiabilitasTotal Aset×100%\text{Rasio Utang terhadap Aset} = \frac{\text{Total Liabilitas}}{\text{Total Aset}} \times 100\%
  • Patokan Wajar:
    • Biasanya 40%–60%, tergantung pada industri.
    • Industri dengan kebutuhan modal besar, seperti manufaktur atau infrastruktur, mungkin memiliki rasio lebih tinggi.
  • Interpretasi:
    • Rasio rendah: Perusahaan memiliki utang relatif kecil terhadap asetnya, menandakan stabilitas finansial.
    • Rasio tinggi (>70%): Risiko keuangan tinggi, terutama jika asetnya tidak likuid.

6. Rasio Aset Tetap terhadap Aset Total

  • Rumus: Rasio Aset Tetap terhadap Aset Total=Aset TetapTotal Aset×100%\text{Rasio Aset Tetap terhadap Aset Total} = \frac{\text{Aset Tetap}}{\text{Total Aset}} \times 100\%
  • Patokan Wajar:
    • 30%–70% tergantung pada jenis bisnis.
    • Perusahaan padat aset (manufaktur, real estat) memiliki rasio lebih tinggi, sedangkan perusahaan jasa biasanya lebih rendah.
  • Interpretasi:
    • Rasio tinggi: Sebagian besar aset adalah aset tetap, menunjukkan ketergantungan pada fasilitas fisik.
    • Rasio rendah: Aset lebih likuid atau berbasis intangible seperti paten dan teknologi.

7. Net Tangible Asset (NTA) per Share

  • Rumus: NTA per Saham=Aset Berwujud BersihJumlah Saham Beredar\text{NTA per Saham} = \frac{\text{Aset Berwujud Bersih}}{\text{Jumlah Saham Beredar}}
  • Patokan Wajar:
    • Bandingkan dengan harga saham. Jika NTA per saham lebih tinggi dari harga saham, saham bisa dianggap undervalued.
  • Interpretasi:
    • Memberikan gambaran nilai intrinsik saham berdasarkan aset berwujud.

Kesimpulan

Rasio aset yang wajar bervariasi tergantung pada industri dan karakteristik bisnis. Penting untuk membandingkan rasio dengan perusahaan sejenis (benchmarking) dan memahami konteks perusahaan, seperti siklus bisnis, model operasional, dan kondisi pasar. Dengan memantau rasio ini, investor dapat mengevaluasi apakah aset perusahaan dikelola dengan baik dan apakah valuasi sahamnya mencerminkan kondisi fundamental.

Afditya Imam