Michael Saylor dan Strategi MicroStrategy, Menguasai Lebih dari 3% Seluruh Bitcoin Dunia

Last modified date

Perusahaan teknologi yang dulu dikenal dengan nama MicroStrategy, kini berganti menjadi Strategy, baru saja mencatatkan sejarah besar di dunia kripto. Berdasarkan laporan Arkham, dari Agustus hingga Oktober 2025, perusahaan ini telah berhasil mengakumulasi lebih dari 640.000 Bitcoin (BTC). Dengan jumlah maksimal Bitcoin yang akan pernah ada hanya 21 juta BTC, artinya Strategy kini menguasai sekitar 3,04% dari total pasokan Bitcoin global, sebuah angka yang luar biasa besar untuk satu entitas korporasi.

Di balik langkah besar ini ada satu nama yang sangat dikenal di dunia kripto, Michael Saylor. Sebagai pendiri dan pimpinan Strategy, Saylor dikenal sebagai sosok yang sangat percaya pada Bitcoin sebagai “emas digital”. Ia mengubah arah perusahaannya dari bisnis perangkat lunak biasa menjadi perusahaan yang menjadikan Bitcoin sebagai aset cadangan utama (treasury reserve asset).

Sejak tahun 2020, Saylor mulai membeli Bitcoin secara konsisten, tidak peduli harga sedang naik atau turun. Ia menerapkan strategi Dollar-Cost Averaging (DCA), yaitu membeli Bitcoin secara rutin dalam jumlah tertentu tanpa peduli fluktuasi harga. Untuk mendanai pembelian ini, Strategy menggunakan dana internal, menerbitkan saham baru, hingga menjual surat utang. Tujuannya jelas, memperbesar kepemilikan Bitcoin sebanyak mungkin.

Kepemilikan Strategy yang kini mencapai sekitar 640.000 BTC membuat perusahaan ini menjadi pemegang Bitcoin korporat terbesar di dunia. Jika dihitung berdasarkan harga Bitcoin saat ini, nilainya mencapai puluhan miliar dolar AS. Tak heran jika banyak investor menyebut perusahaan ini sebagai “ETF Bitcoin hidup” karena efeknya yang besar terhadap pasar.

Setiap kali Strategy membeli Bitcoin baru, harga pasar langsung bereaksi. Bagi sebagian orang, langkah ini adalah sinyal bullish tanda bahwa kepercayaan terhadap Bitcoin masih sangat kuat. Namun bagi yang skeptis, dominasi satu perusahaan atas 3% dari seluruh pasokan Bitcoin juga dianggap berisiko. Jika suatu saat Strategy menjual sebagian besar kepemilikannya, harga Bitcoin bisa anjlok dalam sekejap.

Keberanian Michael Saylor membuatnya disegani sekaligus dikritik. Bagi para penggemar kripto, ia adalah visioner sejati yang memahami masa depan uang digital lebih awal daripada siapa pun. Tapi bagi sebagian ekonom tradisional, langkah ini dianggap terlalu ekstrem, bahkan berisiko tinggi.

Saylor sendiri tidak menampik risikonya. Namun ia percaya risiko terbesar justru adalah menyimpan uang dalam bentuk dolar yang nilainya terus turun akibat inflasi. Baginya, Bitcoin adalah satu-satunya aset yang benar-benar terbatas dan tidak bisa dimanipulasi oleh pemerintah atau bank sentral mana pun.

Menariknya, pada Oktober 2025, Strategy sempat menghentikan pembelian mingguan mereka. Bukan karena pesimis, tetapi karena posisi perusahaan sudah terlalu besar. Dengan kepemilikan senilai puluhan miliar dolar, mereka memilih untuk menahan posisi tersebut dan menunggu fase harga berikutnya.

Langkah berani Strategy mendorong banyak perusahaan lain untuk ikut mempertimbangkan investasi di Bitcoin. Beberapa nama besar seperti Tesla, Square (Block), dan sejumlah manajer investasi global mulai mengambil langkah serupa, meski tidak seagresif Michael Saylor. Hal ini menandai perubahan besar: Bitcoin kini bukan lagi hanya permainan investor ritel atau komunitas kripto, tapi juga menjadi bagian dari strategi keuangan perusahaan besar dunia.

Apa yang dilakukan Michael Saylor dan Strategy bukan sekadar membeli Bitcoin dalam jumlah besar ini adalah gerakan ideologis yang menantang cara pandang dunia terhadap uang, nilai, dan masa depan sistem keuangan global. Dalam waktu kurang dari satu dekade, Saylor telah mengubah perusahaan software biasa menjadi simbol keberanian dan keyakinan di dunia digital finance.

Apakah ini langkah jenius atau taruhan berbahaya? Waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal sudah pasti, Michael Saylor dan Strategy telah menulis bab baru dalam sejarah Bitcoin, dan dunia kini menyaksikan apakah keyakinan mereka akan membuahkan hasil atau menjadi pelajaran mahal tentang ambisi di era kripto.

Afditya Imam