Kenapa Sih Panic Selling Bisa Terjadi di Pasar Saham? 📉😱
Kalau lo udah lama main saham, pasti pernah ngalamin momen di mana harga-harga saham tiba-tiba longsor bareng-bareng. Investor panik, aplikasi trading penuh order jual, timeline medsos rame bahas “IHSG merah darah”. Nah, kondisi kayak gini biasa disebut panic selling.
Tapi, sebenernya kenapa sih investor bisa serentak panik jualan? 🤔
1. Efek Domino dari Berita Negatif 📰
Pasar saham itu sensitif banget sama berita. Begitu ada kabar buruk—entah krisis global, perang, demo besar, atau suku bunga AS naik—langsung bikin investor ketar-ketir. Satu orang jualan, yang lain ikut-ikutan, dan jadilah efek domino.
2. Psikologi Massal: Fear is Contagious 😨
Rasa takut itu menular. Kalau lo lihat banyak orang udah jualan, otak lo otomatis mikir: “Waduh, jangan-jangan gue ketinggalan kalau nggak ikutan jual.” Akhirnya, pasar jadi korban psikologi massal, bukan logika.
3. Margin Call & Cut Loss Paksa 🔔
Buat yang main saham pakai margin (utang broker), ketika harga turun tajam, broker bisa kasih “margin call”. Kalau nggak setor duit tambahan, saham lo otomatis dijual paksa. Ini juga bisa memperparah panic selling.
4. Investor Asing Cabut Duit 💸
Kalau dana asing keluar dari pasar Indonesia, biasanya mereka jual saham big caps. Begitu saham gede dijual, indeks IHSG langsung nyungsep. Investor lokal yang lihat IHSG merah kadang ikut panik tanpa mikir panjang.
5. Minimnya Literasi & Mindset Jangka Pendek 🧠
Banyak investor newbie masih mikir investasi saham harus selalu untung cepat. Begitu lihat portofolio minus, langsung kepikiran: “Wah, mending jual aja daripada rugi makin dalam.” Padahal, nggak semua penurunan berarti perusahaan jelek.
✨ Kesimpulan:
Panic selling di pasar saham biasanya bukan cuma soal ekonomi, tapi lebih ke psikologi massa. Berita negatif, efek domino, sampai ketidakpahaman investor bikin harga turun makin dalam. Makanya, kuncinya adalah tenang, analisis fundamental, dan punya mindset jangka panjang.